Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Review

Suara teror yang tak terdengar

Sebenarnya Movielitas menyukai gaya film seperti ini. Tidak banyak basa-basi dalam menuju inti konflik-nya. Tidak banyak tokoh yang dimainkan. One night story . Konfliknya ringan. Bukan berarti konflik berat tidak menarik, meski berat atau kompleks asalkan "mudah" dipahami atau dalam ber-musik ada istilah easy listening , tetap saja menarik. Tapi, ada kalanya gaya film seperti ini juga ada terasa konyol. Demi mengisi durasi, kadang ada adegan yang sebenarnya simple saja tapi karena namanya juga film, mau tidak mau harus ada ceritanya. Film garapan sutradara Mike Flanagan ini bergaya horor-teror. Diproduksi oleh Blumhouse. Kalau sudah Blumhouse Prod. , bisa dibayangkan film Paranormal Activity atau Insidious . Gaya opening-nya saja mirip dengan Insidious. Dan, gaya horor kejat-kejut alias jumpscare masih jadi senjata andalan.  Berkisah tentang seorang wanita, Maddie, yang sejak muda mengalami gangguan bicara dan pendengaran. Maddie secara luar biasa berani tinggal sendirian

Ingatan sang pembunuh

Lagi-lagi mendapatkan kisah film Korea yang cukup bagus. Konfliknya menarik dan membuat ikut berpikir dan penasaran sepanjang jalan ceritanya. Berkisah tentang seorang Kim Byung Su yang tinggal bersama putrinya. Di balik sosok nya yang tua dan mengalami penyakit demensia ternyata Kim Byung Su menyimpan rahasia besar dalam hidupnya. Bahkan putrinya semata wayang, Eun Hee, pun tak tahu siapa sebenarnya ayahnya di masa lalu. Konflik film baru dimulai ketika Kim Byung Su tanpa sengaja menabrak sebuah mobil milik anggota kepolisian. Berdasarkan pengalaman dan keahliannya, Kim Byung Su meyakini bahwa polisi yang dia tabrak adalah seorang pembunuh berantai. Alur ceritanya tidak begitu sulit. Bisa diikuti. Untuk film Korea kali ini, Movielitas masih mudah mengikuti jalan cerita dikarenakan tidak terlalu banyak tokoh yang dihadirkan. Dan pastinya karena faktor dilema dalam konfliknya yang mebuat menarik. Konflik dalam film ini seakan-akan terus membujuk penonton untuk terus melawan keyakinan me

Lubang donat di dalam lubang donat

Kali ini mencoba menonton film yang banyak di-review bagus salah satunya karena unsur plot twist.Dan Movielitas pun penasaran seperti apa drama di film ini. Hasilnya di bawah ekspektasi. Berkisah tentang keluarga kaya raya Harlan Thrombey dengan keluarga besarnya. Di suatu pagi sehari setelah merayakan pesta ulang tahun, tanpa diduga Harlan Thrombey ditemukan tewas dengan dugaan bunuh diri di ruangan pribadinya. Yang menjadi misteri adalah siapa pembunuh Harlan Thrombey mengingat malam sebelum kematian Harlan diadakan pesta ulang tahun yang dihadiri keluarga besar kerabatnya sendiri.  Unsur misterinya sendiri menarik dengan banyak tokoh yang dimunculkan bersama motif sendiri-sendiri yang bisa menjadikan tersangka. Penonton diajak bersama-sama menebak mana yang menjadi pembunuh Harlan Thrombey. Hanya saja karena daya tangkap lemah membuat Movielitas kurang begitu tertarik. Gaya urai cerita yang silih berganti dengan cepat seolah tanpa memberi kesempatan dari masing-masing tokoh tersangk

Misteri sang bintang yang diredupkan

Kali ini mencoba sajian dokumenter Netflix yang memang di beberapa kesempatan sejauh yang Movielitas bisa simak hingga saat ini, dokumenter versi Netflix agak sedikit berbeda. Lumayan bagus ulasannya. Seperti dokumenter satu ini, yaitu tentang mega bintang era tahun 1950-1960an. Movielitas sendiri hanya mendengar nama besar Marylin Monroe. Tidak besar di era kejayaan sang mega bintang tersebut. Sejauh yang Movielitas tentang nama besar Marylin Monroe adalah aktris cantik, sexy, super hot, sensual, dan "panas". Singkatnya, aktris yang meraih simbol seks pada era-nya. Dan kelirunya adalah Movielitas awalnya mengira Marilyn Monroe ini adalah mega bintang bidang tarik vokal alias penyanyi.  Selama ini Movielitas sendiri belum pernah menonton dokumenter apapun tentang Marylin Monroe. Dan, baru kali ini berkesempatan menyimak sebuah dokumenter garapan sutradara Emma Cooper. Sudut pandang yang dipakai dalam dokumenter ini adalah hasil investigasi dari seorang penulis buku asal Iraln

Loyalitas Tae-Gu yang dilukai

Film yang digarap sutradara Park Hoon Jung ini bergenre drama. Salah satu drama yang menurut Movielitas berjalan sangat lamban untuk menuju klimaks. Berkisah tentang Tae-Gu yang mempunyai kharisma sebagai anggota gangster Korea. Kharisma Tae-Gu membuat dirinya seperti diperebutkan dua kelompok gangster besar di Korea. Harga kharisma Tae-Gu tersebut ternyata dibayar mahal dengan kematian sang kakak dan ponakan kesayangan Tae-Gu. Tak berpikir panjang, Tae-Gu langsung menargetkan sosok dalang kematian sang kakak dan ponakan. Aksi balas dendam Tae-gu ternyata berbuntut pelik dan panjang. Plot cerita yang ditampilkan khas Korea. Tidak hanya satu konflik, melainkan berlapis. Hanya saja menurut Movielitas, tempo cerita nya berjalan sangat lambat sekali.Paling menonjol disini adalah akting Jeon Yeo Been sebagai Jae Yeon yang merupakan karakter wanita mengidap penyakit ganas dengan backgroud masa lalu yang kelam. Dan, scene paling berkesan sepanjang film ini mungkin justru di 15-20 menit akhir

Mari kita rebut uang kita kembali

Kali ini ada sajian hiburan komedi ringan. Berkisah tentang tiga orang manula yang bersahabat. Hingga satu waktu karena himpitan ekonomi memaksa salah satu dari mereka memunculkan ide untuk berbuat nekat yaitu merampok sebuah bank. Konflik dalam film ini sederhana sekali.Irama dan tempo jalan ceritanya pun sangat santai. Komedinya tidak istimewa sekali. Setidaknya bisa menghibur di saat santai. Soal akting, Movielitas tidak perlu membahas kualitas para aktor gaek senior. Morgan Freeman pastinya sudah sangat dikenal. Penggemar serial film Batman juga pastinya tahu karakter Alfred. Overall, film garapan sutradara Zach Braff ini lumayan menghibur dengan komedi ringannya. Secara tidak langsung pula, film ini mengandung pesan moral bagi penonton bahwa semua manusia pasti akan menua pada waktunya. Bisa jadi kita akan mengalami hal yang sama dengan apa yang dialami oleh salah satu karakter utama di film ini. Sendirian dan uang akan menjadi akar dari semua permasalahan di muka bumi ini sedangk

Imajinasi anak kecil yang membasahi tanah

Kali ini pilihan kembali jatuh ke genre favorit Movielitas yaitu based on true story alias kisah nyata. Mengambil kisah dari tanah Afrika tentang perjuangan seorang bocah yang terlahir dari keluarga miskin keluar dari kesulitan ekonomi akibat kondisi cuaca dan politik di kampung halamannya. Film yang disutradarai aktor Chiwetel Ejiofor yang juga ikut bermain sebagai Trywell berkisah tentang seorang anakWilliam Kamkwamba yang memiliki bakat serta ketertarikan di dunia elektrik. Kesulitan ekonomi yang dialami keluarganya membuat William kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Meskipun keluarga Trywell memiliki tanah namun tidak produktif dikarenakan watak Trywell dan kondisi cuaca yang tidak mendukung. Keingintahuan serta bakat yang dimiliki oleh William membawa ke sebuah penemuan kecil dan sederhana namun setidaknya bisa berdampak positif bagi warga di kampungnya. Dari segi plot cerita, bisa dikatakan biasa saja. Meskipun mungkin dibintangi oleh sederet artis yang kurang familiar namun

Melarikan diri kembali ke masa lalu

Bicara soal film tidak lepas dengan yang namanya selera. Kembali ke selera masing-masing. Kali ini Movielitas memilih menikmati sajian dari rak merah Netflix, yang banyak dinilai bagus. Dan, Movielitas pun penasaran. Awalnya Movielitas sudah tahu bahwa film ini bergenre fantasy (science fiction). Sebuah genre yang agak "berat" bagi Movielitas yang gemar film-film based on true story . Berkisah tentang seorang pria dari tahun 2050 yang melarikan diri dan kembali ke tahun 2022. Di tahun tersebut, pria itu - Adam Reed - menemukan dirinya sendiri di usia dua belas tahun.Melarikan diri kembali ke masa lalu bukan berarti menyelesaikan masalah, namun justru ada masalah yang harus diselesaikan di tahun 2018. Plot ceritanya bagi Movielitas agak "berat". Setidaknya harus mengulang beberapa kali agar bisa memahami. Konflik utama nya pun kurang begitu paham. Antara menyelamatkan dunia, atau menyelamatkan pujaan hati sang Adam, atau bertemu dengan pencipta proyek Adam. Ada sedik

Membayar hutang masa lalu di negara baru

Kali ini sajian horor dari negara Inggris. Kisahnya seputar "keluarga kecil" yang terdiri dari, Bol (ayah), Rial (ibu) dan Nyagak (anak) yang lari dari negara Afrika untuk kemudian mencari perlindungan suaka di negara Inggris. Di tengah perjuangan menuju Inggris, tragedi dialami oleh keluarga Bol. Nyagak sang putri diceritakan terjatuh dari perahu yang mereka tumpangi dan tidak terselamatkan nyawanya.  Seperti layaknya mendapatkan undian jackpot, Bol dan Rial yang berhasil sampai di Inggris, mendapatkan kesempatan bebas dan bisa tinggal di Inggris. Tidak hanya kebebasan, Bol dan Rial juga langsung mendapatkan sebuah rumah untuk mereka tinggal. Namun, untuk kebebasan dan tempat tinggal selama di Inggris, mereka harus menerima sekian persyaratan yang harus ditaati, antara lain dilarang untuk berpindah rumah. Sejak awal, film ini cukup bisa menarik perhatian. Horor seputar rumah juga lumayan bagus. Tidak memaksa dijejali dengan adegan jumpscare. Chemistry akting antara Sope Diri

Saat Ghostface kehilangan reputasi seramnya

Selama ini Movielitas hanya baru menonton versi kelima dari film berantai Scary Movie . Kali ini mendapat kesempatan menonton versi perdana-nya. Dan ya begitulah... Sepanjang yang Movielitas ingat dulu, film ini cukup fenomenal karena berani memparodikan film yang juga fenomenal pada jamannya yaitu Scream. Menurut pendapat Movielitas, untuk bisa lebih menikmati parodi Scream di film ini memang seharusnya menikmati dulu film Scream.  Plot ceritanya pastinya sama dengan alur cerita Scream . Tentang pembunuh berantai bertopeng tengkorak yang berkeliaran membunuh para kawula muda. Sama sekali tidak menegangkan apalagi menyeramkan. Gaya parodinya terasa sangat kasar dan vulgar hampir di setiap scene.  Menikmati film parodi ala Scary Movie ini memang kembali ke selera masing-masing penonton. Pastinya ada yang suka dan ada yang kurang cocok. Overall, film ini cocok sebagai hiburan ringan alternatif dari ketegangan film Scream. Hanya saja untuk usia memang harus di atas 21 tahun agar tidak gam

Menghindar dari Wolf-Beiderman

Kalau dilihat dari tahun produksinya, film ini hampir berbarengan dengan film Armageddon saat itu. Hanya Movielitas lupa pada saat itu kenapa tidak menonton film ini di bioskop. Memang hampir sama konfliknya, seputar meteor yang siap menghantam bumi. Bisa dibilang ini versi klasik dari film Dont Look Up. Hampir sama dengan Armageddon, film ini berbumbu roman cinta-cintaan, namun soal porsi nya berbeda. Kalau di film ini, konflik yang diangkat selain meteor ada juga konflik cinta antara dua remaja, dan konflik keluarga sang repoter televisi. Dan, memang karakter utama sepertinya diletakkan pada mereka meski tidak berkaitan langsung di dalam cerita. Seorang remaja yang sedang kasmaran, Leo Beiderman, tanpa disengaja menemukan tanda aneh di langit. Yang ternyata kemudian, tanda aneh berupa cahaya tersebut dinamakan dengan Wolf-Beiderman, merupakan sebuah meteor raksasa yang siap menabrak bumi. Tokoh utama kedua adalah sang reporter televisi, Jenny Lerner, yang memiliki konflik keluarga. B

Malaikat yang terpidana mati

Sebuah film klasik yang diproduksi tahun 1999. Kala itu Movielitas masih jaman bersekolah. Dan, tidak berkesempatan menonton hanya tahu judul film ini dari koran saat itu. Seingat Movielitas film ini diberitakan positif dan banyak yang bilang bagus. Bahkan sampai dewasa, Movielitas tahu judul filmnya namun tidak pernah berkesempatan menonton karena tidak berhasil mendapat film ini. Hingga Movielitas tahu di salah satu penyedia layanan streaming "plat merah" masih menyediakan film ini. Dan, akhirnya Movielitas berhasil menyimak film yang digarap oleh sutradara Frank Darabont hingga selesai. Ada beberapa hal yang membuat sedikit terkejut, bagi Movielitas yang terlambat menonton, dari melihat catatan di balik film ini. Pertama, film ini ternyata diangkat dari novel maestro Stephen King yang Movielitas justru mengenal sebagai penulis novel genre horor. Kedua, tentang durasi yang ternyata memakan waktu tiga jam lebih. Ketiga, Movielitas salah menduga bahwasanya film ini "terl

Mencoba mengambil jantung hati sang jagoan tua

Mengulang sukses dari seri perdananya, kini hadir seri keduanya. Tapi sayangnya, kurang memenuhi ekspektasi Movielitas. Movielitas sendiri cukup menikmati sajian perdana yang dulunya digarap sutradara Fede Alvarez. Di seri kedua ini, dipercayakan kepada sutradara Rodo Sayagues. Berbeda dengan yang pertama dan harus diakui, bahwa penampilan tokoh lelaki tua yang buta, The Blind Man,cukup menarik perhatian dan cukup bersinar. Di seri kali ini, posisi The Blind Man diubah dari antagonis menjadi lakon utama. Masih tetap keren, hanya dari segi plot cerita, bagi Movielitas kurang menarik dibandingkan seri perdana. Diceritakan kali ini The Blind Man hidup dengan seorang anak kecil bernama Phoenix. Dan, ternyata keberadaan Phoenix bersama The Blind Man ini menyimpan rahasia yang mengusik ketenangan hidup mereka berdua. Hampir "dipaksa" serupa dengan konflik yang dialami The Blind Man di seri perdana, disini muncullah sekumpulan "penjahat" mencoba mengambil Phoenix dari sisi

Mencari arti cerita dalam kegelapan

Awalnya film ini cukup menarik minat tonton Movielitas. Di awal kisah menceritakan tentang misteri anak hilang dan pihak yang dicurigai adalah sekawanan serigala hutan. Menarik. Entah mengapa masuk ke babak berikutnya, kisah film garapan sutradara Jeremy Soulnier ini jadi kurang menarik lagi. Ada adegan 18 tahun ke atas yang sebenarnya tidak vulgar sekali dan hanya sepersekian menit, bagus sebenarnya, seksi, tapi bagi Movielitas tidak ada korelasi dengan konflik kisah kehilangan anak sebelumnya. Terlalu memaksa "seksi". Kemudian ada cerita flashback tentang perang timur tengah, meskipun masih berkorelasi entah mengapa bagi Movielitas terasa aneh saja. Ada dua adegan yang membuat film ini juga terasa aneh, dua kali adegan tertembak di leher dengan pola dan gaya yang sama. Semakin lama semakin masuk ke dalam alur cerita, Movielitas dengan terpaksa menyerah dan meninggalkan jalan cerita. Tidak bisa menuntaskan permainan ini lagi. Movielitas semakin tidak bisa memahami konflik ap

Mengawal nyawa pembunuh bayaran

Kalau membandingkan akting Ryan Renolds di Buried atau akting jahat di The Amytiville Horror dengan aktingnya disini, memang menunjukkan kualitas aktor hebat. Bisa bermain peran baik atau jahat, bisa serius dan bisa akting santai. Dan, Movielitas menilai gaya Ryan Renolds lebih cocok untuk film bergaya komedi seperti ini. Apalagi di Deadpool . Di duet-kan dengan kualitas akting Samuel L. Jackson yang sudah malang melintang di banyak film sejak era klasik. Membuat nyawa film ini mau tidak mau ada di chemistry akting mereka berdua. Dan hasilnya, lumayan. Sangat menghibur. Baik itu dari sisi komedi ringan nya maupun dari sisi aksi laga nya. Dari sisi alur cerita, biasa saja. Konfliknya ringan, tidak berat. Berkisah tentang seorang pengawal profesional yang mendapat tugas berat membawa seorang penjahat kelas atas untuk hadir di pengadilan internasional sebagai saksi kunci dalam mengadili seorang presiden jahat. Perjalanan menuju pengadilan tersebut menjadi inti konflik film ini. Tidak ha

Jantung masa depan

Hiburan malam ini dengan film dari aktor legend, Jackie Chan. Dan, memang jika dibandingkan dengan film-film klasik jaman keemasan Jackie Chan memang terasa banyak sekali perbedaannya. Yang tampak pertama kali, entah karena faktor teknologi-nya atau menyesuaikan tema film, tone warna gambar film ini terasa kontras. Karena film ini memakai nama Lionsgate, terasa beda sinematografi-nya. Film laga Jackie Chan bila kerjasama dengan Hollywood memang beda sekali bermain di negara Jackie sendiri. Entah karena memang faktor usia atau memang tuntutan plot cerita-nya itu sendiri. Jika dibandingkan dengan film Jackie dengan background Hollywood, Karate Kid, film ini masih jauh kualitasnya. Di Karate Kid , meski porsi Jackie tidak sebanyak Jaden Smith dan produser dipegang Will Smith (bahkan disini Jackie Chan selaku Produser) penampilan Jackie di Karate Kid jauh lebih bagus. Movielitas teringat pada gaya film The Spy Next Door , yang lagi-lagi Jackie dengan Lionsgate. Kalau di film The Spy Next

Manorgate

Kali ini Jason Blum dengan Blumhouse Prod. nya melahirkan satu karya lagi. Kali ini bukan genre biasanya, horor, melainkan thriller. Secara konsep atau ide cerita, Movielitas suka. Keren.  Berkisah tentang sekelompok orang, menurut sinopsis yang beredar berjumlah sebelas dua belas, hanya karena Movielitas lemah dalam menghitung tokoh, jadi sebut saja sekelompok orang pria-wanita tua-muda yang terbangun dari pingsan di sebuah hutan belantara. Mereka semua bersamaan tersadar dengan kondisi mulut dibekap. Setelah berhasil melepaskan ikatan mulut, satu-per satu dari mereka pun ditembak di tempat. Dan cerita pun mengalir dengan tanda tanya besar apa yang sebenarnya terjadi. Alur cerita film ini dijalankan memakai konsep akibat-sebab. Mereka yang menjadi korban merupakan warga dari negara-negara bagian yang ada di Amerika sana. Bukan tanpa alasan mereka "terpilih" untuk dijadikan pesta pembunuhan. Dari akibat dibunuh satu per satu, akhirnya muncul dua konflik yaitu mencari dalang d

Cinta sang ayah di antara gunung dan salju

Film garapan Daniel Sandu, kalau menurut keterangannya film ini berasal dari negara Rumania. Yang berkesan pertama kali dari film ini adalah cukup berani untuk anti mainstream . Bagi Movielitas, film ini berbeda. Berkisah tentang seorang ayah, Mircea, dengan latar belakang mempunyai konflik rumah tangga yang menerima kabar buruk tentang anaknya. Diberitakan bahwa sang anak dinyatakan hilang bersama dengan teman wanitanya di gunung Bucegi. Karena cuaca bersalju yang buruk pencarian sang anak membutuhkan waktu yang lama dan tidak mudah. Plot cerita dan konflik dalam film ini sangat minimalis. Tidak bercabang kemana-mana. Fokus pada satu titik, titik itu. Hilangnya seorang anak. Dan di awal-awal memang terasa menarik mengikuti jalan ceritanya. Poin berikutnya yang menarik perhatian adalah akting. Khususnya akting aktor Adrian Titeni sebagai karakter sang ayah, Mircea.  Entah ini sebagai nilai plus atau nilai minus, dikarenakan kendala bahasa Movielitas agak susah menilai akting Adrian Tit

Kehadiran sang pembawa benih yang membuat suasana tak jernih

Kesan pertama saat memulai film ini, campur aduk. Unik, lucu, tapi menarik. Dan, senang rasanya mendapatkan film berkualitas seperti ini, excited nya berbeda.  Film ini berkisah tentang sepasang "suami-istri" tapi sesama jenis, yang berati lesbian. Pasangan wanita ini masing-masing memiliki anak yang beranjak remaja hasil dari donor sperma. Dikarenakan rasa ingin tahu dari anak-anak, sepasang saudara tersebut mencari siapa ayah mereka sebenarnya. Namun, kehadiran sang ayah justru membuat "panas" keluarga unik tersebut.  Film bergenre drama ini tanpa banyak basa-basi langsung menyuguhkan konflik cerita di awal. Sepasang wanita hidup bersama dengan membawa anak-anak hasil dari donor sperma dan mulai beranjak kritis dalam mencari tahu jati diri. Konflik tersebut sudah terasa "komedi awkward ". Kemudian dikembangkan dengan kehadiran penyumbang sprema alias "sang ayah", membuat suasana keluarga semakin membuat canggung tapi seksi. Daya tarik film ini

Quill

Kalau menurut keterangan nya film ini based on true story . Berkisah tentang seekor anjing berjenis Labrador Retriever, Quill, yang memiliki tanda lahir unik di tubuhnya dan kemudian terpilih untuk dilatih menjadi guide dog (anjing penuntun) bagi kalangan orang buta. Dari sisi plot cerita, film ini tidak berat. Bergaya dongeng dengan narator. Konflik yang diangkat lebih fokus ke hubungan tuan Watanabe dan Quill. Jika dibandingkan dengan hubungan tuan Parker dan Hachi di Hachiko, film ini masih di bawah. Movielitas kurang begitu menangkap inti konflik dalam film ini. Kalau dari segi judul yang mengarah ke karakter anjing, Movielitas rasa porsi yang diberikan ke karakter Quill cukup banyak tapi "kurang" tampak tingkah pola sebagai anjing spesial. Begitu pula dengan chemistry antara tuan Watanabe dan Quill, bagi Movielitas terasa hambar saja. Tidak menonjol seperti di film Hachiko. Overall, film ini cocok dinikmati bagi penyuka film dengan genre yang berfokus pada hewan khususny