Skip to main content

Kreatifitas seni wirausaha ala El Jefe


Bagi penulis menikmati film seperti layaknya menikmati sajian makanan, mungkin kita tidak tahu atau kurang paham atau bukan pemain di dapur tapi kita bisa merasakan. Iya, hanya bermain pada merasakan.

Film ini luar biasa. Disutradarai dan dibintangi sendiri oleh Jon Favreau. Menarik, plot cerita ringan, visual aneka makanan yang menggoda, bumbu komedi pas, dan konfliknya ramah.

Menarik karena selain plot ceritanya ringan, beberapa nama besar dihadirkan meramaikan suasana. Dustin Hoffman, Scarlett Johansson, dan Robert Downey Jr.

Plot cerita, ringan saja. Karena dari judul sudah dapat membayangkan apa yang bakal terjadi di dalam film ini, tentu saja seputar masak-memasak. Jangan dikira film ini mengadaptasi acara lokal "lomba masak" dengan gaya reality show dengan juri yang "sok Dewa-nya memasak" atau dengan juri yang menilai dengan wajah killer atau ketus sok tegas. Dijamin, tak ada kisah layaknya kontes masak ala televisi lokal sini (yang bila diruntut pun juga mengadaptasi/meniru total acara televisi luar negeri). Benar berbeda dan berkualitas.

Pesan pertama dari film ini adalah do what we love and no matter what people say. Just do it. Share with love.

Lagi, yang membuat hebat dari film ini adalah mampu menarik emosional untuk larut bersama alunan ceritanya. Kita mungkin akan dibuat lapar atau setidaknya membayangkan beraneka masakan ala barat yang disajikan berkelas dan menggoda selera. (Favorit penulis adalah sandwich dan cubanos sandwich)

Kita mungkin juga akan dibuat "iri" atau mungkin juga akan terinspirasi oleh usaha fast food dengan food truck nya. Setidaknya ini bisa jadi memang menjadi pesan moral film ini, yaitu membagi semangat wirausaha dan do what we love.

Aspek wirausaha lainnya yang dibagi oleh film ini adalah jangan lupa kekuatan sosial media. Jangan hanya bergaya atau gengsi dengan handphone kelas atas. Jangan kalah dengan bocah sekelas Percy yang secara cerdas mengolah smartphone-nya untuk bisnis. Bukan sekedar game atau bullsh*t online. Tapi ber-online secara cerdas.

Gunakan Twitter. Bisa jadi Twitter disini menjadi sponsor dan juga (secara cerdas) bakal ramai sign up (traffic) oleh orang-orang yang gemar meniru setelah melihat film ini. Tak ketinggalan, aplikasi Vine. Lalu, juga Facebook Page tak ketinggalan ikut dipajang.

Masakan. Jangan menonton film ini kalau sedang melakukan diet ketat, karena dimungkinkan akan membuat kita melupakan diet karena tergugah oleh "aroma" masakan ala Chef Carl Casper.

Konflik-nya ramah. Ini yang menarik. Tidak ada konflik tentang uang yang sampai berujung pada penipuan, pembunuhan, pukul-pukulan, dan kekerasan lainnya. Justru, konflik Carl Casper sendiri bukanlah semata demi uang melainkan passion about cooking. Lihat juga, bagaimana konflik perceraian Carl Casper yang diolah manis, tidak ada pertengkaran hebat soal harta gono-gini, justru menjadi teman baik.

Lihat juga, ketika Martin yang sebenarnya sudah mendapatkan posisi Sous Chef, justru ikut food truck milik Carl dengan perjanjian awal tanpa bayaran. Indahnya persahabatan.

Keseluruhan, film ini sangat menghibur dan manis. Porsi antara drama, visual aneka olahan makanan yang menggugah selera, komedi, dan inspirasi, semuanya ditata berkelas, berkualitas, dan pas.

Semoga setelah melihat film ini, ada inspirasi wirausaha baru untuk hidup lebih baik.

Two Thumbs Up absolutely for this movie.

Chef (2014) - 8/10

Popular posts from this blog

Dibalik obat Ridocaine

Sajian kali ini berkisah tentang seorang ibu yang hidup dengan anak perempuannya. Sang anak menderita sebuah penyakit kelumpuhan dan harus hidup di atas kursi roda. Konflik terjadi karena pola pendidikan sang ibu yang terlalu "sayang" kepada sang anak hingga membatasi sang anak dari dunia luar. Hingga sang anak mulai beranjak dewasa dan mulai kritis terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Alur plot ceritanya lumayan. Seperti judulnya hanya terdiri 3 huruf, Movielitas menyukai gaya minimalis cerita, konflik dan pemainnya. Tidak perlu melebar kemana-mana. Gaya thriller-nya soft saja, tidak yang penuh emosional. Dari segi akting, chemistry antar duo aktris sebagai ibu-anak, Sarah Paulson-Kiera Allen, cukup bagus. Mungkin, versi Movielitas, film ini mengangkat realita yang kadang memang ada, dimana gaya didikan orang tua ada yang terlalu protektif dengan alasan kasih sayang. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain, juga bisa "melumpuhkan" sang anak itu sendiri. Overall, ba

Tiger Wong versi layar lebar

Begitu Nicolas Tse menyebut nama karakternya ... Tiger Wong, baru semuanya jelas. Ternyata film ini merupakan adaptasi dari komik lawas yang fenomenal (setidaknya bagi jaman penulis Sekolah Dasar dulu) yang berjudul Tiger Wong. Alur ceritanya sendiri, kurang begitu menancap baik. Karena sibuk mencocokkan karakter yang ada di film dengan memori penulis tentang komik Tiger Wong. Dan, ternyata memang berbeda. Yang penulis kenal dari komik Tiger Wong, adalah petualangan duo Tiger Wong dan Gold Dragon. Disini ada karakter Dragon Wong (kakak dari Tiger Wong) yang di komik karakternya "terlewatkan" dan diceritakan telah meninggal. Lebih pas bila karakter Tiger Wong dibawakan Donnie, pendapat penulis. Karakter Tiger Wong disini minus jurus Sembilan Matahari. Gold Dragon. Disini justru bernama Turbo. Sama, menggunakan Nunchaku. Sama, andalan jurus Baju Besi Emas dengan simbol Lonceng Besi. Minus karakter Guy si Tapak Budha. Disini ada karakter 4 sahabat, namun

Asmara di dalam kelas yang terlarang

Drama dari Swedia. Temanya tentang hubungan asmara antara guru dan muridnya. Tema kontroversial seperti ini biasanya memiliki sisi membuat penasaran. Bagi penulis, hanya sebagian saja yang menarik. Terutama saat berfokus pada manisnya asmara guru dan murid. Masih malu-malu. Kemudian berkembang menjadi intim. Alur cerita menjadi tak menentu ketika plot asmara antara karakter guru, Viola, dan muridnya, Stig, perlahan mulai menghilang panasnya. Irama film tidak lagi berfokus pada dua karakter utama, melainkan mulai memasukkan porsi karakter lain yang kurang berpengaruh banyak. Karakter Stig bahkan bersahabat dengan suami gurunya. Stig juga secara tiba-tiba punya kekasih yang sebaya. Keseluruhan, menarik pada plot kisah asmara guru dan murid. Plot pengembangannya, kurang begitu menarik. All Things Fair (1995) - 6/10  

Mimpi besar si Rudy kecil

Film ini cocok ditonton kala kehilangan atau patah semangat. Meski klasik namun masih menarik disimak. Temanya sederhana. Nothing to something . From nobody to somebody . From zero to hero . Mirip dengan gaya film Invicible dengan Mark Walhberg. Meski mirip namun disini lebih terasa emosionalnya. Bila Vincent Papale di Invicible digambarkan zero to hero dengan bekal fisik yang memang mumpuni sebagai atlet khususnya american footballer . Tapi disini lebih merakyat, Rudy Ruettiger bukanlah siapa-siapa. Jauh dari kemungkinan. Jauh dari sempurna. Impossible . Rudy kecil memiliki cita-cita untuk bersekolah dan masuk ke tim football Notre Dame . Salah universitas yang memiliki tim football favorit di Amerika. Namun, kenyataan hampir tak berpihak pada Rudy kecil. Fisik Rudy jauh dari fisik atletis. Terlalu kecil. Begitu pula dengan keluarga Rudy yang seperti kurang mendukung impian Rudy.  Sejak kecil, Rudy ditanamkan prinsip " apa mana yang dapat dan tidak dapat Rudy la

Film Andy Lau ke 100

Berkisah tentang seorang petinju yang baru bebas dari penjara dan menemui dunia telah berubah banyak. Konsep ceritanya biasa saja. Grafik cerita pun standard seperti Hollywood. Susah- senang sebentar- jatuh cinta- salah paham- dramatisasi tarung. Pertarungan pun dibuat demikian, tarung-kalah hingga sekalah-kalahnya-dramatis. Keseluruhan, film ini hanya sebagai memori dengan sosok Andy Lau yang dulu menjadi idola penulis. Meski memang beberapa momen terasa kaku dan dapat ditebak, namun masih menghibur. A Fighter's Blues (2000) - 6/10

Cerita tentang film The Last Mohicans

Sajian klasik seeputar kisah pada jaman pra-modern. Mungkin karena faktor perbedaan jaman, film ini terasa kaku pada gaya battle -nya. Yang bisa Movielitas tangkap inti ceritanya adalah konflik antara Inggris Raya melawan Perancis yang terjadi di tanah Amerika. Konflik kerajaan tersebut disusupi oleh kepentingan balas dendam oleh suku Huron. Penampilan suku Huron ini mengingatkan penulis pada penampilan suku pedalaman di Apocalypto. Entah sama atau tidak, Movielitas juga kurang begitu memahami. Judul The Last Mohicans sendiri merujuk pada tiga orang suku Mohawk yang ikut terlibat di pertempuran antara Inggris dan Perancis, yang sejatinya lebih dikarenakan oleh kisah cinta pria-wanita lintas ras. Dari segi konflik, cukup bagus. Tidak datar dengan satu konflik saja. Hanya soal gaya battle yang sedikit kelihatan kaku. Ada satu yang memorable dari film ini yaitu theme song -nya yang easy listening dan megah. The Last Mohicans (1992) - 6/10

Gairah membara Cecile

!! 18++ !! Kesan pertama seusai menyimak film ini, wowww... !! Panas. Bukan untuk kalangan 25 tahun kebawah, kecuali boleh untuk remaja yang sudah menikah. Vulgarnya tergolong keras. Bukan hardcore namun tergolong berani . Sang aktris yang bermain panas disini adalah Deborah Revy yang porsi "panas gila"nya cukup besar. Plot ceritanya sendiri biasa. Tentang kehidupan seorang wanita yang berpetualang seks dari beberapa lelaki, entah apa tujuannya yang pasti wanita ini sangat menikmati setiap petualangan gilanya. Di tempat lain, dikisahkan tentang hubungan panas nan malu-malu ala Alice dan Matt. Yang menarik disini bukan film tentang dunia prostitusi melainkan tentang gairah murni yang timbul karena alami bukan karena materi seperti di dunia nyata. Keseluruhan, lumayan buat obat penambah gairah, untuk kalangan yang telah menikah mungkin bisa dijadikan referensi penambah kreativitas dalam keintiman. Deborah Revy, you're so hot !! Mengapa Q? Penulis ber

Jagoan gangster insaf

Ini merupakan salah satu film keren masa kuliah dulu. Maklum, jaman darah masih muda. Dan, penampilan Ekin Cheng kala itu juga terbilang keren. Memang, laga di sini tak memakai gaya kungfu atau komputerisasi melainkan gaya tarung gang jalanan, tapi justru disitu letak ke-keren-annya. Paling berkesan dari film ini selain gaya cool Ekin Cheng, juga momen solidaritas gangster. Salah satunya ketika karakter A Long (Ekin) menghajar dua pemuda, tak lama berselang muncul serangan balasan dari gangster sebelah. Tak perlu dikomando, puluhan orang bersenjata tongkat muncul di belakang A Long. Goodbye Mr.Cool (2001) - 6/10  

Obsesi memiliki cinta guru olahraga

Salah terka lagi. Awalnya penulis menebak film ini adalah film komedi romantis, ternyata lebih "kejam". Ya, karena film ini meski tentang cinta tapi genrenya ke teror psikologis. Disini penonton akan dilibatkan ke dalam psikologis bersalah seorang guru olahraga yang "bermain api" dengan siswi-nya. Baru kemudian, disajikan "horor" tentang obsesi gila seorang siswi yang berusaha memiliki cinta sang guru. Keseluruhan, konfliknya lumayan. Grafik alurnya ditata bagus. Bobot drama teror yang ditebarkan oleh Young-eun cukup baik dibawakan oleh aktris Jo Bo-ah dengan kolaborasi aktor Jang Hyuk. Innocent Thing (2014) - 6/10

Pengadilan kehidupan Cate McCall

Sebuah sajian drama apik tentang kehidupan seorang pengacara cantik. Tidak hanya berkonflik di ruang persidangan, pengacara cantik ini juga banyak menyimpan masalah pribadi. Konflik beruntun yang dialami Cate McCall, baik itu dari profesinya maupun kehidupan rumah tangga, disajikan dengan menarik. Ada beberapa konflik yang kurang bisa penulis cerna, hanya dua konflik yang terasa emosional. Konflik membela Lacey Stubbs namun ternyata keliru. Kasus Lacey Stubbs di bagian awal terasa berat karena banyak nama yang dimunculkan dan kaitannya. Akan tetapi, semakin ke dalam semakin jelas. Konflik kedua yang terasa mengena yaitu momen ulang tahun anak Cate, Augie. Bagi penulis film ini menarik karena menghadirkan dilema dalam antara profesi dan keluarga. The Trials Of Cate McCall (2013) - 6/10