Skip to main content

Posts

Berburu koper di antara tebing dan salju

Beberapa waktu ini penulis mencoba mencari dan mendapatkan beberapa film yang langka versi penulis. Susah dapat barangnya sekarang ini. Beberapa di antaranya film dengan aktor Sylvester Stallone. Salah satunya adalah ini. Dilihat dari tahun terbitnya, penulis masih duduk di sekolah dasar. Dan, penulis belum pernah menonton film ini sama sekali hingga sekarang. Menariknya adalah melihat gaya aksi Stallone di luar Rambo. Maklum, Stallone identik dengan otot kekar dan Rambo atau one man's war . Dan, film ini boleh dibilang mampu mengubah sosok Stallone lepas dari Rambo. Meskipun begitu masih tetap Stallone berpamer otot kekarnya dan bukan film aksi laga. Malah, penulis juga salah menduga. Awalnya penulis mengira, film ini adalah film drama petualangan biasa dengan konflik salah paham dan alam tentunya. Tapi, ternyata film ini memiliki unsur drama, adventures, dan crime. Untuk drama-nya, cukup bagus karena tidak datar. Berliku-liku dalam dengan konflik crime -n

Celah jahat teknologi

Sajian film ini menurut penulis sudah cukup bagus. Penggunaan gaya kamera-nya merupakan gabungan dari gaya yang sudah umum. Mulai dari gaya kamera webcam laptop, kamera ponsel, dan CCTV. Sisi horor teror-nya, simple. Mudah diikuti, juga kadang mudah ditebak arahnya. Dibumbui dengan pernak-pernik pamer keseksian sang tokoh utama. Tidak terlalu istimewa tapi juga tidak jelek. Juga sudah menjadi gaya umum horor era sekarang. Ada sesuatu yang muncul di balik kegelapan kamar apartemen Emma. Pesan moral film ini mungkin adalah mengajak para penontonnya untuk lebih berhati-hati dalam mengumbar kehidupan pribadi dengan teknologi, karena siapa tahu di ujung lain ada yang menggunakan kelemahan kita di bidang teknologi untuk niat jahatnya. Ratter (2015) - 5/10

Daftar hari libur di Amerika beserta kisah horornya

Sebuah horor keroyokan dari beberapa film horor pendek-pendek yang digabung dalam satu wadah. Ada delapan segmen di dalamnya. Bagi penulis, hampir sebagian besar horor yang disajikan kurang menarik karena kurang jelas apa yang ingin ditampilkan. Atau memang perlu lebih dari sekali menonton-nya agar lebih jelas. Yang pasti dari ke-delapan segmen yang menurut penulis cukup mengena dan bisa dicerna ceritanya adalah sesi Easter dan sesi New Year's Eve . Untuk sesi Easter, penampakan horornya cukup menyeramkan. Dan untuk sesi New Year's Eve , meskipun berdurasi pendek tapi cukup bagus dalam twist -nya. Keseluruhan, kurang menarik dan kurang easy-watching . Holidays (2016) - 5/10

Nyawa dewasa dibalik boneka porselen

Awalnya terasa meyakinkan dengan suasana horornya. Lokasi setting rumah tua tanpa dukungan tetangga, minimalis pencahayaan di kala malam hari, dan boneka yang seakan "hidup". Tapi, justru momen twist sendiri yang akhirnya seperti membunuh semua ke-horor-an film ini dari awal. Atau mungkin memang itu goal dari film ini? Menghadirkan sebuah klimaks yang ternyata memang boneka seharusnya tetaplah sebuah boneka... *lalu, suara anak siapa yang bermain telepon dengan Greta...? The Boy (2016) - 6/10

Les Rivieres Pourpres

Sebuah kasus pembunuhan dengan mutilasi telah dibuka. Film kemudian berjalan dengan dua cerita yang terpisah. Di satu tempat mengusut kasus Remy Callois, di lain tempat ada kasus dengan latar belakang nama Judith. Dari dua kasus itu, film berjalan menarik. Babak demi babak temuan penyelidikan terus membuat penasaran siapa dalang pembunuhan yang kemudian memakan korban satu, dua, dan tiga. Penampilan Jean Reno duet dengan Vincent Cassel cukup kompak membawakan karakter masing-masing. Konflik misteri-nya menarik di awal. Soal alur cerita, ada beberapa titik yang "memberatkan". Ending-nya, kurang begitu cocok dengan selera penulis. Keseluruhan, drama misteri yang menarik. Hanya memang perlu "tenaga" perhatian ekstra agar tidak kehilangan link cerita karena selain film berjalan dengan dua arah cerita, juga banyak karakter yang terlibat. The Crimson Rivers (2000) - 6/10

Manipulasi kekuatan jahat

Sajian horor dengan gaya live daily life sepertinya masih diupayakan ada. Seperti dalam film ini, dan sebagai penambah daya jual ditambahkan tag bahwa para pemain-nya adalah keluarga nyata. Minimalis. Dilihat dari lokasi syuting yang sebagian besar dihabiskan di sebuah kamar apartemen, tentunya memakan biaya yang sedikit. Sayangnya, yang paling menonjol adalah kualitas akting para pemain yang terasa kaku. Pengolahan visual horor-nya pun biasa saja. Inti alur ceritanya pun memakai gaya standard yang sudah umum, diganggu "hantu" dan berusaha melepaskan diri. Begitu saja. Ending-nya aneh. Luciferous (2015) - 5/10

Found love in a hopeless place

Film drama kehidupan pengungsi Libya yang ingin mendapatkan hidup lebih baik. Cerita berfokus pada perjalanan panjang seorang Ayiva dan Abas. Melewati padang gurun dan laut, mereka tiba di Italia untuk bertahan hidup dan mengejar mimpi. Dari segi cerita, datar saja. Konflik kerasnya perjuangan hidup di negeri orang lain dengan beda kultur budaya, terasa ringan. Tidak ada konflik "panas" berlebihan meski tidak luput dari konflik rasisme. Yang paling menonjol adalah karakter Ayiva. Karakter Ayiva disini digambarkan cukup "menarik". Meskipun kadang dilecehkan dan berjuang keras bertahan hidup, tapi Ayiva sangat melindungi Abas, masih bisa tersenyum dan bersabar. Mediterranea (2015) - 6/10