Skip to main content

Posts

The most valuable commodity is time, not money...

Sudah beberapa kali menyimak ini tapi tetap saja susah dicerna konfliknya. Terlalu tinggi menangkap inti cerita petualangan Gordon Gekko. Banyak bintang yang dihadirkan disini. Shia LeBouf, Michael Douglas, Susan Sarandon, dan Josh Brolin. Sama seperti di seri terdahulunya , disini masih berbicara seputar pasar saham dan intrik-nya. Meski bertabur bintang, tapi tidak banyak berarti buat penulis. Dan tetap sama, masih terlalu pekat gelap menanggapi daya cerita film ini. Mungkin film ini cocok bagi mereka para profesional trader atau investor. Atau juga bagi mereka yang mengerti seluk beluk permainan short di dunia saham Amerika. Satu hal yang bisa penulis tangkap dari quote inspirasi Gordon Gekko, "komoditas paling berharga adalah waktu, bukan uang". Wall Street : Money Never Sleeps (2010) - 6/10

Cara preman menyatakan dan berjuang demi cinta

Sajian drama psikologis dari Korea. Temanya serius. Yang unik dari kisah disini adalah awalnya mirip atau mengingatkan pada gaya film Breathless. Dan uniknya lagi adalah aktor Jung Man Sik "kembali' di plot sebagai kepala debt collector . Seorang debt collector bergaya preman, Tae-il, harus menerima kenyataan "pahit" mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seorang gadis yang mana ayah dari gadis manis tersebut memiliki hutang. Perjalanan cerita tentang perjuangan keras bagaimana seorang preman mencoba mengambil hati seorang gadis manis, memang luar biasa. Akting hwang Jung Min sebagai preman Tae-il benar-benar kompak berpadu dengan akting emosional aktris Han Hye Jin. Dua jempol untuk mereka. Merasakan perjuangan Tae-il yang dibenci awalnya oleh Ho-Jung, ikut terasa sakit. Tapi mau tak mau ikut tersentuh dengan gaya cinta ala preman yang mengalami kesulitan berkomunikasi dengan wanita idamannya. Konflik cerdas-nya adalah film ini tid

Kiamat melankolis

Sebuah sajian yang luar biasa. Menarik sebenarnya hanya saja ada kesulitan "menembus" berat-nya cerita di babak pertama. Cukup banyak kesan yang bisa penulis tangkap dari film garapan Lars Von Trier ini. Pertama pembukaan layar, pantas saja terasa "deja vu". Pernah melihat gaya slow-mo dengan tone warna sendu seperti disini. Dari nama sutradara dan gaya slow-mo di opening scene tenyata film ini merupakan "saudara" dari film Von Trier lainnya yang cukup kontroversial, Antichrist . Ada dua babak yang dilempar. Mengapa dua, karena film ini menceritakan kakak-adik, yaitu Justine dan Claire. Dan, kedua babak disini diper-satu-kan dalam satu simbol yaitu Melancholy . Babak pertama. Justine. Ini babak terberat. Penulis harus berulang kali menyimak ulang untuk menangkap inti cerita. Dengan kualitas sederet nama bintang besar Hollywood, kisah babak Justine ini menyajikan sebuah tragedi ironis. Pernikahan adalah masa paling bahagia bagi sebuah

Lebih baik mati merdeka daripada hidup diperbudak

Bukan rahasia film satu ini merupakan sekuel dari film 300 . Jika dibandingkan dengan film 300 dengan Gerald Butler, film ini buat penulis kurang bisa mengimbangi kualitas ceritanya. Disini, konsep ceritanya masih sama. Tone warna film masih sama. Lawan utamanya masih tetap sama adalah Xerxes. Ada persaudaraan di dalam prajurit Athena sama dengan tim Leonidas dulu. Ada bapak-anak di dalam pasukan Themistocles, juga sama dengan pasukan yang dipimpin Leonidas. Hanya alur ceritanya tidak fokus seperti di 300 perdana. Ditambahi oleh "pemandangan indah" Eva Green sebagai sekutu Xerxes. Banyak flashback yang sedikit membingungkan. Antara mengenang keberanian prajurit Spartan (istri Leonidas sedang bercerita) atau terjadi saat bersamaan antara Spartan dan Athena melawan Persia. Kualitas gaya perangnya masih dijaga. Tetap menarik dan menjadi ciri khas 300. Juga dengan pamer body-body prajurit kekar nan six pack yang membuat iri. Masih tetap memakai gaya cep

Perjuangan mendaki impian yang terjal

Film yang memberikan pengetahuan baru buat penulis yang awam soal geografi. Sebelumnya, penulis mengenal sebuah gunung Semeru. Itupun hanya tahu dari pelajaran sekolah tanpa pernah berkunjung ke sana. Atau juga Everest, gunung yang katanya tertinggi di dunia, dan lagi-lagi belum pernah berkunjung ke sana. Meru, baru kali ini penulis mendengar namanya. Posisi puncak Meru ini ada di sekitaran India. Dan, film ini mengulas tentang impian tiga pendaki yang bermimpi menaklukan puncak Meru. Kisah mereka dimulai dari tahun 2008. Bagi penulis, keseluruhan kisah yang diangkat masih kurang mengena. Penulis hanya bisa menikmati sisi pendakian yang memang "luar biasa" perjuangannya. Terutama bagaimana harus berdiam dan di tenda "spesial" bergantung. Di luar kisah pendakian, kurang bisa mengikuti alur nya. Pesan moral film dokumenter ini, bahwa alam memberi pelajaran bagi manusia bahwa jalur impian memang tidak selalu mulus dan rata. Tidak selamanya pencapaian b

Sometimes the hating has to stop

Sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata yang menyentuh sekaligus mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Saat itu, perang masih berkecamuk. Pada suatu masa, Jepang sedang di atas angin. Bahkan tentara Inggris pun dibuat bertekuk lutut dan menjadi tawanan perang Jepang. Salah satunya adalah Eric Lomax. Di pihak Jepang, salah satu orang yang berpengaruh dan terkenal karena kekejamannya selama menyiksa para tawanan perang adalah Nagase. Sekian lama berlalu, usia semakin menua. Penyiksaan jaman perang meninggalkan trauma panjang bagi Eric Lomax dan rekan seperjuangannya yang masih hidup hingga saat jaman modern. Di luar dugaan, Nagase, sang penyiksa, ternyata masih hidup.... Penulis yakin bahwa penyiksaan yang dialami oleh Lomax disini belum menyamai apa yang dialami di dunia nyata jaman dulu. Disini terasa "biasa". Hanya saja, berkat akting berkelas Colin Firth, kita bisa meraba kerasnya traumatik yang dialami Lomax hingga harus terbawa pu

Balas dendam di Wu Bar's Anniversary

Kalau dari skema konsep ceritanya, lumayan. Dari awal cerita sedikit membingungkan dengan gaya kisah flashback -nya. Maksud kisah penyanderaan mulai terkuak ketika memasuki 3/4 cerita. Tapi seperti ada ciri yang "hilang" dari serial Police Story ini. Menurut penulis, salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah kedewasaan Jackie Chan sendiri. Film ini berjalan serius. Lebih terasa drama ketimbang laga. Tidak ada guyonan khas ala Jackie Chan (meskipun akhirnya nuansa serius berubah menjadi adem saat closing khas ala Jackie yang menampilkan behind scene ). Aksi laga Jackie menurun tajam, bisa dikatakan karena faktor usia. Gerak gerik akrobatik Jackie serta adegan hancur-hancuran kota, tidak seperti Police Story sebelumnya. Terasa "lembek". Kurang mantab. Faktor lokasi cerita hanya satu menjadikan ruang gerak untuk aksi laga menjadi sempit. Jumlah adegan tarung, juga tidak padat, seperti yang disebutkan sebelumnya, lebih seperti drama krimina