Skip to main content

Posts

7 dosa yang dimatikan

Film ini akan selalu menjadi kenangan. Perjuangannya mendapatkan film ini sangat luar biasa. Bergerilya dari satu rental ke rental lainnya dari satu warnet ke warnet lain. Hasilnya? Setimpal. Benar-benar dua jempol untuk film David Fincher ini. Luar biasa. Berkisah tentang misteri pembunuhan yang memakai simbol berantai. Kasus ini ditangani oleh pasangan detektif senior-junior. Sommerset sebagai detektif senior yang mendekati pensiun dan David Mills sebagai calon penggantinya. Kasus pembunuh "7 dosa" ini tak hanya menunda pensiun Sommerset tapi juga menunda kebahagiaan Mills. Yang penulis rasakan ketika menyimak film ini adalah kedalaman cerita misterinya mampu menggiring emosi. 1 korban, 2 korban, terisyaratkan bakal ada 7 pembunuhan. Ketika terfokus pada petualangan teka-teki dari perpindahan satu TKP ke TKP berikutnya, ternyata sang pembunuh pernah dekat. Tak berhenti disitu, lagi-lagi " twist " cerita juga terjadi di 2 mayat sebagai pelengkap 7 dosa

The Godfocker

Entah apa dimaksudkan dengan Little Fockers disini. Anak-anak Focker atau keluarga kecil Focker. Semua tidak. Masih tentang kesalahpahaman antara Jack dan Greg. Disini malah terlihat seperti drama biasa tentang salah memahami dan mencurigai. Kerangka cerita terlihat biasa. Komedinya tidak sekuat Meet The Parents ataupun The Fockers bahkan beberapa scene terasa dipaksakan. Sayang, di seri ketiga kurang begitu berkesan lagi. Little Fockers (2010) - 6/10

Kisah dalam sebuah peradaban yang pernah ada

Apa yang berkesan dari film ini? Mel Gibson. Karyanya kali ini luar biasa. Rudy Youngblood (yang sekilas mirip Ronaldinho) aktingnya cukup menawan. Detail. Ini adalah poin yang paling menonjol. Dunia primitif ditampilkan dengan detail yang rapi dan sangat halus. Tidak asal-asalan. Tampak film ini dikerjakan oleh tenaga profesional secara profesional. Mulai dari akting para primitif yang terkesan natural, bahasa, kostum dan pernak-pernik hiasan wajah tubuh hingga lokasi. Pengambilan gambar juga ditampilkan dalam frame per frame yang sangat menawan. Harmonisasi detail serta irama pergerakan kamera ditampilkan dengan dinamis tidak kasar. Penulis mengambil contoh pada opening scene . Slow-mo pada sesi jebakan memang sangat berkelas dan lebih dalam lagi ketika menjadi titik balik di bagian ending . Semua kekuatan pendukung film akhirnya masuk menjadi kekuatan plot cerita yang bila diperhatikan lebih mendalam sebenarnya sangat sederhana tentang perperangan dalam satu rum

Mimpi,tekad,nekad,dan skill dalam misi In Search Of Diego

Meski sudah berkali-kali menyimak, penulis masih menikmati sisi ambigu film ini. Susah sekali membedakan antara film atau dokumentasi. Penulis lebih suka menyebutnya dengan film - dokumenter. Mereka berlima. Woody-Mike-Danny-Sammy-Jeremy. Mereka dari daratan Inggris. Memiliki skill yang sama yaitu bermain sepakbola genre freestyler . Mereka memiliki idola yang sama. Dan dipersatukan lebih erat dalam misi ciptaan mereka yaitu In Search Of Diego . Diego who? Absolutely Diego Maradona . Dari Inggris mereka "berjalan" ke Argentina sebagai tim sepakbola. Tiang gawang yang dituju adalah bertemu pujaan sang idola, Diego Maradona. Mustahil? Sisi dokumentasi film ini mampu menepiskan atau menipiskan garis beda film atau hanya rangkaian rekaman pribadi. Tanpa akting. Plot storynya benar-benar seperti terlunta dalam perjalanan panjang serta "mengamen" mencari uang untuk tiket pesawat ke Argentina. ***Salah satunya adalah ketika tampil di tengah hadapan pendukung