Skip to main content

Posts

Now I have a machine gun ho-ho-ho

Mereka bertiga sedang menonton (ceritanya) film ini. Selesai seri pertama, mereka seharusnya melanjutkan ke seri kedua. Tapi ternyata kaset yang mereka miliki lagi-lagi seri pertama, bagaimana mungkin melihat seri kedua? Jawaban Joey, tonton saja Die Hard dua kali maka akan menjadi Die Hard 2...Die hard!!! Dari mereka lah, penulis mencari jejak film ini. Apa yang menarik dari film klasik ini? Tentu saja aksi laganya. Untuk ukuran tahun itu, aksi laga yang ditampilkan tidak kalah seru dengan jaman kini. Explosion total dan maksimal. Khas dan memang itu yang dijual dari film ini. Meski tentu saja ada dari sisi akting, drama , komedi ,dan fashion yang ditampilkan seperti ada kekakuan perbedaan jaman. Tak jadi soal. Penulis juga suka gaya John McClane yang sangat Bruce Willis (dibalik-balik juga sama). Menyatu. Gaya Bruce yang santai dan sesuka hati menjadi pilar utama film yang berkisah penyanderaan ini. Aksi tanpa alas kaki. Who's driving this car? Stevie Wonder?

Cinta sutradara cinta

Penulis suka dengan bagian " Coffee Shop ". Sun Ah menjadi target para agen Cyrano. Dan, Sun Ah ... memang cantik. Manis. With Cyrano, your love life could have perfect script . Sangat disesalkan bagian cerita ini ternyata hanya sekedar intro. Perkenalan. Permulaan. Menipu. Memasuki bagian kedua, alur cerita jauh lebih "parah" dari bagian pertama. Dan inilah kecerdasan kualitas film ini. Sejenak dengan main-main di area komedi, jalan cerita kemudian "dibanting" dengan drama yang berasa serius. Haru biru. Cinta. Yang lalu kemudian diangkat naik kembali dengan aroma komedi romantis. Seorang wanita cantik, sebut saja Hee Jong, disukai oleh 2 pria. Bila ada di film romantis biasa akan menjadi biasa dan lazim. Tapi di film ini justru dijadikan konflik yang penuh emosional. Fresh. Konfliknya membuat dilema sendiri. Karena 2 pria dalam kisah ini memiliki peran sebagai agen dan klien. Bagi sang agen tentu saja menjadi drama patah hati sepatah-patahnya.

Cambio residencia

Adalah Laura dan Carlos serta anak mereka, Simon, hidup baru di sebuah "istana kuno" yang merupakan bekas panti asuhan. Berawal dari perilaku Simon yang seolah memiliki teman imajinasi. Sebuah horor Spanyol yang awalnya dikemas secara menarik. Perilaku Simon dan teman imajinasi-nya dibungkus dengan konsep misteri "ada hanya tak nampak". Semakin masuk ke dalam cerita, cerita horor diperkuat oleh konsep lain tentang misteri hilangnya sang anak. Sampai disini bungkusan misteri dan horor masih menarik. Sebuah "belokan" mood terasa ketika film ini mulai memakai gaya paranormal ala teknologi modern. Penulis merasakan film ini tidak lagi sekuat bagian awalnya. Belokan lainnya juga terasa ketika terjadi lompatan waktu cerita hingga 9 bulan dalam kehilangan. Dan semakin jauh semakin menjadi horor yang didramatisir. The Orphanage (2007) - 6/10

From Mumbai with chai-wallah to be a millionaire

  Dulu, penulis tahu film India dari stasiun televisi. Dan ciri yang penulis paling kenal adalah durasi dan tarian. Durasinya dapat sampai 3 jam. Dan cerita panjang karena diselingi tarian-tarian. Lagi, adegan laganya juga khas. Dan penulis kurang begitu menyukai film India saat itu dan pemikiran tersebut bertahan lama. Awalnya, banyak media yang menyorot film garapan sutradara Danny Boyle ini. Terutama setelah memenangkan piala Oscar. Film India memenangkan ajang bergengsi di Hollywood sana. Wow....ya,wow . Penulis pun mencoba menghilangkan sejenak antipati tentang film India. Hasilnya? Dimulai dari titik penyiksaan polisi terhadap pemenang kuis Who Wants To Be A Millionaire , lalu berkembang dengan frame per frame yang maju mundur. Menarik, meski alur cerita berpindah dari satu masa ke masa masih menjadi harmonisasi cerita apik. Kesan pertama yang dimunculkan dapat langsung terserap berbeda dari film India yang umum. Film digerakkan oleh tiap pertanyaan kuis dan menjadi rang

Terjebak ulah sendiri

Dari awal kurang menarik. Terlalu dangkal dalam kisahnya. 6 pemuda-pemudi menemukan sebuah lokasi penelitian yang tidak ada dalam peta. Entah kemana arah cerita film ini dibangun. Suasana mencekam hanya bermain pada pola lokasi yang minim lampu dengan misi mencari jalan keluar terbaik. Ada "tawanan" dalam ruang akuarium. Dialog dilontarkan akting para pendukungnya yang terasa kaku. Akhirnya film ini jatuh ke dalam pemaksaan diri untuk dilabeli horor lengkap dengan bumbu kejutan serangan dan histeria. Incubus (2006) - 4/10

Penghuni baru dalam kisah rumah lama

Pang Brothers goes Hollywood yang mau tidak mau mengingatkan pada gaya The Eye . Dari konsep horornya, film ini memakai gaya umum saja. Rumah terpencil dan memiliki histori kejadian supranatural. Yang kemudian mewariskan kengerian pada penghuni barunya. Untuk penambah rasa film disisipkan selingan konflik rumah tangga dan sedikit romantika cinta remaja. Penulis suka dengan kesan horor yang dibangun melalui media mata sang balita, Ben. Masih cukup berasa dan kena. Namun, pengembangan horor dengan animasi atau dengan gaya penampakan merayap dinding sekaligus make-up mengerikan, penulis rasa terlalu klise. Mungkin kekentalan efek horor ala The Eye terlalu diadaptasi di sini. Jadi, terasa seperti terlalu biasa, sedikit kaku, dan tidak ada yang baru. The Messenger (2007) - 6/10

Perang tidak menyelesaikan masalah

Penulis hanya tahu di IMDB , rating film ini cukup bagus. Tapi pemain pendukungnya kurang familiar. Bukan masalah. Penulis lagi menyukai tema-tema perang dan militerism. Kesan pertama, cukup bagus. Semakin ke dalam, cukup menarik. Visualisasi suasana perang berhasil diangkat apik. Penulis ikut merasakan atmosfer emosional film ini. Film ini juga cukup adil memberikan porsi cerita baik dari sisi warga sipil, gerilyawan, maupun militer. Penulis merasakan ada dilema tersendiri melihat cerita film ini. Tidak ada yang patut dipersalahkan. Ada yang menyerang ada yang menjadi korban. Ada yang merasa nasionalisme ada yang merasa terluka dan membabi buta. Penulis mencoba merangkum pesan dari film ini, warga sipil menjadi korban, gerilyawan maupun prajurit tidak akan menyelesaikan masalah selama sejata masih berpeluru. Battle For Haditha (2007) - 7/10