Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Review

Tatap mata membuat mati

Konflik ceritanya antara unik dan konyol tapi sah-sah saja. Kalau di film zombie, jangan sampai tergigit bila tidak ingin tertular. Kalau di dunia kedokteran, jangan lupa kondom bila tidak ingin tertular penyakit seksual. Sedangkan di masa pandemi, jangan lupa memakai masker untuk meminimalisir tertular covid. Di film ini, jangan bertatap mata bila tidak ingin tertular penyakit mematikan. Kalau dulu waktu kecil, Movielitas pernah mendapati mitos, jangan menatap mata orang yang memerah, karena diperkirakan bisa menularkan penyakit mata merah kepada kita. Atau menatap mata orang yang sedang mengalami bintitan pada mata, karena bisa tertular. Entah benar atau salah, tapinya ada pengecualian saat itu, bila sang penyintas memakai kacamata berarti aman.  Berkisah tentang seorang wanita dengan dua anak kecil yang bertahan hidup dari incaran manusia yang tertular penyakit aneh. Penyakit yang menular lewat kontak mata tersebut akan menimbulkan keinginan untuk membunuh orang lain maupun diri sen

Permainan cari apel

Menikmati film yang diangkat dari video game ini memang terasa segmented . Hanya orang-orang yang pernah tahu memainkan atau lebih baik lagi memang penggemar game yang bersangkutan yang mungkin bisa connect dengan cerita film. Sajian kali ini diangkat dari video game dengan judul sama. Dan karena Movielitas tidak pernah sama sekali memainkan game ini, menikmati film ini dari awal terasa blank . Tidak tahu mana lakon mana musuh, tidak paham konflik utama-nya. Benar-benar blank . Dikarenakan setting film menggunakan jaman tahun 1400an kemudian melompat ke 1980an dan berakhir di tahun 2016, film ini menjadi semakin aneh bagi penikmat awam. Lebih aneh lagi ketika melihat nama-nama karakter dan settingan lokasi yang serba fantasi.Secara garis besar yang bisa Movielitas tangkap konfliknya adalah seorang karakter, Cal Lynch, secara tiba-tiba ditangkap lalu dipaksa ke masa lalu untuk menjadi karakter Aguilar untuk mencari apel bukan sembarang apel. Agak aneh melihat settingan suasana 2016 di

Prahara suami-istri di ruang interogasi

Ada dua nama besar di balik film ini. Tiga, satu lagi nama panas. Ada Morgan Freeman, Gene Hackman, dan Monica Bellucci uughhh...hot . Berkisah tentang seorang Henry Hearst, yang dikisahkan menemukan sesosok mayat seorang gadis di bawah umur. Tidak lama sebelumnya, Henry Hearst pun berada di dekat lokasi ditemukannya sesosok mayat yang lagi-lagi berjenis kelamin wanita dan di bawah umur. Karena dua kali, Henry Hearst ini ditemukan "berdekatan" dengan kasus pembunuhan yang hampir sama pola-nya, akhirnya Henry Hearst dicurigai oleh pihak kepolisian. Tidak hanya dicurigai polisi, Henry Hearst pun ternyata banyak menyimpan rahasia yang membuat pihak polisi semakin curiga dengan gerak-gerik serta latar belakang Henry Hearst. Alur cerita film ini sebenarnya sangat drama sekali. Membuat ngantuk bila tidak mengikuti dengan benar. Memakai gaya plot cerita satu malam dan hanya berputar-putar pada konflik di ruang interogasi polisi. Konfliknya biasa saja, mencari pembunuh di kasus pembu

City of Lies

The Notorious B.I.G. Seorang rapper ternama dari Amerika Serikat yang meninggal dunia pada 9 Maret 1997 karena tragedi penembakan oleh orang tak dikenal. Movielitas tidak mengenal kiprah rapper bernama asli Christopher Wallace ini. Movielitas pertama kali mengenal nama beliau dari lagu milik Michael Jackson dimana Biggie mengisi bagian rap di lagu This Time Around. Hingga satu kali Movielitas menonton film berjudul Notorious . Kali ini film garapan sutradara Brad Furman mengangkat kisah seputar pasca pembunuhan rapper The Notorious B.I.G. Menyoroti karakter detektif Russell Poole yang bertahun-tahun mendedikasikan hidupnya berusaha membongkar kasus penembakan tersebut hingga akhir hidupnya. Bagi Movielitas film ini cukup menarik disimak. Terlepas dari duet akting aktor papan atas Johnny Depp dan Forest Whitaker, konflik film ini cukup menarik. Based on true story genre favorit Movielitas. Menyoroti pada isi cerita film ini bahwa pembunuhan yang menimpa rapper The Notorious B.I.G. ini m

Perang yang lucu di atas kapal pesiar Fujimaru

Kalau dilihat dari tahun produksi dan tayang nya, Movielitas masih pada jaman sekolah waktu itu. Yang bisa Movielitas ingat kala itu, film ini jadi perbincangan di antar pertemanan, sudah pasti karena unsur "komedi seksi" nya. Setelah sekian tahun, baru bisa mendapat kesempatan menonton film ini di saluran Netflix.  Pilihan jatuh sudah pastinya karena faktor Jackie Chan. Tapi entah mungkin karena faktor teknologi atau memang karena based on comic, film ini terasa "garing". Jika dibandingkan dengan karya aksi-komedi Jackie Chan era modern, kualitas sinematografinya jelas berbeda. Alur ceritanya disini juga kaku, mungkin jatuhnya genre komedi slapstik. Setiap scene seperti dipaksakan harus ada unsur komedi. Mirip komik. Mengikuti jalan cerita serta memahami konflik film, sangat mudah. Ringan. Tidak perlu berpikir berat mencerna petualangan seksi karakter Ryo Saeba. Di jaman 90an mungkin film City Hunter ini bisa jadi box office, tapi mungkin karena perkembangan jaman,

Ketika bumi tidak berputar

Satu lagi film yang berkisah "menuju kiamat". Dan kali ini, kiamat justru dikarenakan dari dalam inti bumi, kalau biasanya dari luar bumi. Film garapan sutradara Jon Amiel ini berkisah tentang penemuan peristiwa alam yang aneh di berbagai negara secara bersamaan. Diketahui kemudian peristiwa aneh tersebut disebabkan oleh gangguan pada gelombang elektromagnetik bumi. Mungkin bagi yang memahami geofisika atau ilmu sejenis lebih bisa memahami konflik utama dalam film ini. Film ini memakai plot template alur cerita kurang lebih sama dengan Armageddon. Dan, yang telah Movielitas tonton rata-rata plot cerita dan alur cerita kurang lebih sama. Dan soal teknologi, masih wajar kalah dengan teknologi era sekarang. Disini masih terlihat beberapa visual efeknya terasa "belum modern". Alur ceritanya secara garis besar bisa dipahami hanya sedikit berlebihan dalam dramatisasi nya. The Core (2003) - 5/10

Footage dari Jackass Forever

Warning! Film ini khusus untuk penonton berusia 25 tahun ke atas. Dan bukan untuk tontonan bersama keluarga. Entah benar atau tidak, seri Jackass dengan tambahan "point" disini ( 4 point 5) seperti menampilkan sisi footage dari film utamanya ( Jackass 4 atau Jackass Forever). Ada beberapa seri Jackass yang Movielitas tonton. Dan memang kesan pertama, ngilu. Berisi sekumpulan aktor yang saling melempar tantangan demi tantangan berhubungan dengan fisik. Mayoritas dilakukan oleh aktor pria. Bukan untuk keperluan stunt-man atau adegan pengganti melainkan untuk having fun.  Tidak hanya sesi challenge, tapi juga berisi aneka kejahilan para pria dewasa. Dan, sangat sangat amat vulgar membuat ngilu. Tentunya adegan-adegan di film ini hanya boleh dilakukan oleh para profesional dan dengan keamanan yang memadai. Sekali lagi, ini bukan untuk tontonan bagi para jiwa labil yang gemar meniru adegan film. Bukan sebuah tontonan untuk anak kecil. Juga bukan untuk tontonan bagi keluarga besa

Pengadilan pasca kerusuhan Chicago 1968

Genre favorit dari Movielitas adalah based on true story . Meski kadang true story -nya sendiri juga tidak tahu persis. Hanya saja penilaian Movielitas bagus tidaknya film bergenre based on true story dari seberapa kuat bisa memberi bayangan tentang apa yang terjadi saat kejadian meski tidak berada atau tahu kondisi dan latar belakang kejadian. Intinya bisa ikut merasakan. Bila film itu bisa menyampaikan atmosfir kejadian real -nya, berarti itu film bagus. Film ini bergenre based on true story. Tergolong lumayan bagus. Meski Movielitas belum lahir di era yang menjadi tema besar film ini. Film garapan sutradara Aaron Sorkin ini mengangkat kejadian riot atau kerusuhan yang terjadi di Chicago tahun 1968. Di bagian awal film dijelaskan sedikit latar belakang konflik utama dalam film ini yaitu tentang wajib militer untuk para pemuda di Amerika saat era 60an. Wajib militer diadakan untuk kemudian diterbangkan di daerah konflik Vietnam. Namun, seperti yang terjadi dimana-mana, kebijakan pol

Liburan yang menghilangkan umur panjang

Film yang digarap oleh sutradara M. Night Shyamalan sepanjang yang Movielitas tahu menonjol terutama di sisi plot twist-nya. Beberapa karya beliau punya twist cerita yang cukup bagus. Dan, Movielitas penasaran dengan karya-nya kali ini. Berkisah tentang sekelompok turis yang berlibur di sebuah resort. Resort tersebut menawarkan sebuah petualangan liburan ke sebuah pantai. Dengan berbagai macam background, para turis dipertemukan di sebuah pulau dengan pantai yang indah dikelilingi tebing batu. Dan, konflik pun dimulai dengan tumbangnya satu per satu dari turis-turis tersebut. Sepanjang yang Movielitas pernah tonton karya M. Night Shyamalan, terutama pada gaya akting para pemeran di dalam cerita memiliki ciri khas di setiap film-film nya. Gaya dialognya pun berciri khas. Unik dan seperti bermakna. Di film kali ini sayangnya, entah Movielitas yang terlewatkan, seperti hilang ciri khas plot twist. Keseluruhan, Movielitas menilai karya M. Night Shyamalan kali ini di bawah ekspektasi. Secar

Berawal dari ingin belajar mencium

Tema film ini memang tentang petualangan anak-anak tapi sepertinya tidak cocok untuk anak-anak juga. Banyak visual dan hal-hal verbal dewasa yang dipasangkan. Dan, kalau dilihat di belakang layar memang ada nama Seth Rogen yang mungkin sudah dikenal dengan gaya komedinya. Berkisah tentang tiga sekawan anak-anak yang mencoba untuk menjadi keren. Max, Lucas, dan Thor. Demi mengikuti undangan pesta dari teman sekolah mereka yang tergolong kategori murid populer,  mereka bertiga akhirnya harus terlibat masalah. Pesta anak kecil jaman sekarang tidak main-main, ada sesi first kiss segala. Dari segi konflik, untuk ukuran film "anak-anak" tergolong kompleks. Dari tiga pemain utama, masing-masing membawakan konflik sendiri-sendiri. Konflik ayah-ibu yang bercerai, konflik impian menjadi penyanyi, dan konflik ingin punya pacar. Bagi Movielitas, konflik demi konflik di sini tidak berat. Bisa diikuti. Alur cerita juga tidak rumit. Dari sisi akting, khas anak-anak, meski ada ke-kaku-an tap

Realita kelam di balik atraksi megah sang raksasa hitam

Sebuah sajian film dokumenter lawas tahun 2013 tentang realita di balik kemeriahan pertunjukan atraksi binatang laut. Pertunjukan binatang laut memang dulu menjadi tontonan yang menyenangkan apalagi bagi dunia anak-anak. Semakin dewasa dimana era informasi kian gencar, masyarakat mulai disuguhkan edukasi penyeimbang tentang dunia hiburan yang menampilkan hewan. Bagaimana atraksi yang dipertunjukkan di muka publik, atau apa saja tragedi di balik pertunjukan atraksi yang menampilkan killer whale atau paus hitam, mungkin bisa dicari di area youtube. Karena disitu akan lumayan banyak video yang dipublikasikan. Yang diceritakan disini adalah sudut pandang dari para pendamping ikan paus sirkus dan sejumlah saksi mata.Salah satu tragedi yang diangkat di film ini adalah tragedi yang dialami oleh Dawn Brancheau. Dawn Bracheau adalah seorang pelatih ikan paus senior sekaligus bintang pertunjukan yang harus meregang nyawa oleh ikan paus didikannya sendiri.Tragedi yang dialami Dawn Bracheau ini m

Kisah Alexander Supertramp

Lagi-lagi Movielitas mendapatkan film based on true story . Akhirnya, Movielitas kesampaian menonton film ini. Dulu Movielitas sering melihat cover film ini di rak persewaan film, hanya belum tertarik hingga saat ini. Dan tiba-tiba film ini muncul di playlist. Film kali ini mengangkat kisah hidup dari seorang Chris McCandless.  Kalau boleh membandingkan, film ini mirip dengan film Wild 2014. Bagi Movielitas dua film ini banyak kesamaannya. Baik film ini maupun Wild, sama-sama diangkat dari kisah nyata. Hanya berbeda jenis kelamin. Di sini mengangkat kisah seorang pria yang baru lulus dan memilih jalan hidup ke alam. Sedangkan di Wild, berjenis kelamin wanita. Dua film tersebut juga berkisah tentang perjalanan seorang diri menelusuri alam terbuka. Sama-sama punya masa lalu. Gaya alur ceritanya-pun juga hampir-hampir mirip. Past-present-past-present dan seterusnya. Awalnya Movielitas mengira film biographical ini bakal berjalan ringan lurus. Hanya bercerita tentang kebebasan yang dike

Berawal dari salah sambung hingga mengacak-acak garis takdir

Kali ini sedikit berbeda dimana film Korea kali ini mengadaptasi dari film non Hollywood. Dan boleh dikatakan film ini mengalahkan ekspektasi Movielitas. Bila dilihat sekilas dari poster ataupun judulnya yang mengingatkan Movielitas pada film horor Jepang dulunya, The Phone . Dalam benak berkata mungkin film ini akan jatuh sama dengan genre seputar horor tentang "terima" kutukan lewat telepon. Ternyata salah dan jauh di atas ekspektasi. Berkisah tentang karakter utama Seo-Yeon yang balik ke rumah setelah diceritakan lama pergi dari kampung halaman. Setibanya di rumah nya, Seo Yeon menerima panggilan telepon yang terasa asing dan aneh alias salah sambung. Sekali dua kali Seo Yeon menanggapi panggilan telepon salah sambung tersebut hingga berkali-kali dan terjadilah inti konfliknya. Alur cerita disini sebenarnya kompleks hanya saja bila mengikuti secara baik dan detail runtun masih bisa dicerna dan diikuti. Dari sisi konfliknya, cukup menarik. Konflik dari film garapan sutradar

Cinta tanpa syarat dan pengorbanan terbaik untuk keluarga tuan kecil

Sebuah sajian yang sangat family friendly kali ini. Sangat aman untuk tontonan bersama keluarga di waktu senggang. Berkisah tentang seekor anjing liar yang tanpa sengaja harus terpisahkan dari sang induknya. Waktu berlalu ketika sang anjing bertemu dengan tuan barunya yang masih berusia anak-anak. Dan, seperti seekor anjing kebanyakan yang memang terkenal akan kesetiaan dan cinta kasihnya, Benji demikian sang anjing tersebut kemudian diberi nama oleh Carter, berusaha keras memberi cinta dan pengorbanan terbaik untuk keluarga tuan kecil baru nya. Ada sedikit behind the scene di bagian akhir, dan Movielitas merasa bahwa membuat film dengan aktor utama seekor hewan seperti ini memang sangat tidak mudah. Bisa menjadi sebuah film seperti ini sudah sangat bagus sekali. Overall, film ini sangat cocok bagi pecinta hewan khususnya anjing. Drama film ini memang "sangat fiksi" khas hiburan untuk anak-anak. Plot ceritanya ringan dengan konflik yang juga tidak rumit dicerna.. Pesan moraln

Kesempatan kedua dibalik penculikan

Sebuah film yang awalnya terasa sangat menarik. Misteri hilangnya seorang anak di tengah pemandangan hutan sungai dan pegunungan yang terhampar indah. Misteri dibangun dengan konflik dugaan penculikan dan yang menjadi tersangka utama pertama adalah sang ayah kandung sendiri. Movielitas menyukai gaya misteri yang dibangun di film garapan sutradara Christian Carion ini. Pelan tapi cukup bertenaga memancing rasa penasaran. Dugaan demi dugaan terhadap karakter yang muncul satu per satu membuat film ini penuh tebakan. Sayangnya, alur cerita film ini seperti naik gunung turun gunung. Semakin ke dalam, semakin turun rasa penasaran ini. Misteri penculikan yang sudah dibangun di awal cerita pelan-pelan mulai menemukan titik terang berakhir dengan kesan "oww begitu saja..." Overall, film ini tidak begitu istimewa. Misteri di awal dengan ending yang mengecewakan. Konflik tentang seorang ayah yang terpisahkan jarak dengan sang anak pun tidak berkesan apa-apa. My Son (2021) - 6/10

When silence is not enough

Untuk seri pertamanya, keren. Dan, kali ini mencoba menyimak seri keduanya. Apakah film yang masih digarap oleh sutradara John Krasinski ini juga terkena sindrom flop di sekuel? Ternyata, tidak. Hasilnya masih lumayan menarik.  Masih berkisah tentang petualangan keluarga kecil Abbott, yang kini tersisa ibu dan dua anaknya, bertahan untuk "diam" dari intaian monster. Di seri kali ini, karena tuntutan sukses di seri perdananya, dilengkapi dengan sedikit latar belakang pra kejadian invasi monster ke bumi. Movielitas suka dengan gaya horor film ini. Menarik dan tidak bisa ditebak arah ceritanya. Meskipun sudah diketahui siapa musuh dan konflik utamanya, tapi dikemas dengan baik hingga tidak mematikan rasa penasaran penonton. Mungkin yang membuat menarik di film ini dari sisi selera Movielitas adalah 'minimalis' nya. Minimalis dalam konflik, dialog, dan pemain. Alasan lainnya yang membuat Movielitas bisa menilai bahwa film ini tidak kalah seru dengan seri pertamanya adala

Keep Silent, Keep Alive

Sebuah sajian yang sangat menarik. Bagus dan tidak rugi menonton film garapan sutradara John Krasinski. Luar biasa meski gaya film ini pernah Movielitas tonton dulu sekali yaitu di film Thailand, 4Bia . Di film Thailand tersebut, berisi empat segmen kisah horor dan paling menarik perhatian Movielitas adalah gaya horor di segmen pertama. No dialog, minimalis dalam hal lokasi cerita dan pemain. Disini berbeda. Hampir sama, minimalis dalam dialog karena konflik utamanya adalah diam bila ingin tetap hidup, didukung dengan skenario nya berkisah sebuah keluarga kecil dengan anak yang memang tuli-bisu. Perbedaan lainnya, di film ini gaya horor nya bukan horor dunia lain melainkan lebih ke gaya horor, sebut saja, makhluk non manusia. Juga setting tempat dan waktu cerita berbeda, kalau disini bermain di era post apocalyptic dan rentang cerita-nya selang tahunan. Movielitas menyukai gaya film yang berbeda seperti ini. Meski minim dialog, konflik juga tidak bercabang-cabang alias sangat sederhan

Mayat penyelamat

Inti ceritanya Movielitas tidak paham. Tapi jika menengok rating film ini di IMDB, sepertinya cukup bagus. Cuma Movielitas kurang begitu paham makna cerita di balik film garapan sutradara Daniel Kwan and Daniel Scheinert ini.. Konflik dasarnya jelas, yaitu penyelamatan diri dari seorang Hank Thompson. Di tengah keputus-asaannya, Hank bertemu dengan sesosok mayat yang kemudian menjadi teman seperjalanan dan menjadi alat menyelamatkan diri. Film ini akhirnya terasa seperti ajang perang akting dua aktor, Paul Dano dan Daniel Radcliffe. Paul lebih banyak berakting tunggal ala teaterikal, sedangkan Daniel berakting mayat hidup. Overall, Movielitas menyebut film ini sebagai drama fantasi saja. Mau dibilang drama survival tapi kok jatuhnya begini. Kurang bisa menangkap poin utama dari film ini. Dan kurang masuk dengan selera Movielitas.  Swiss Army Man (2016) - 4/10

Antara berduka, ambisi, dan kenangan di kampung halaman

Sajian kali ini berupa drama Korea. Karena baru-baru ini Movielitas menonton penampilan Ma Dong Seok atau Don Lee, pilihan jatuh menonton film ini karena faktor tersebut. Hasilnya, lumayan. Plot cerita dan konfliknya khas Korea. Berkisah tentang dua karakter, Seok Bong dan Joo Bong. Kedua orang ini adalah kakak-beradik yang masing-masing telah memiliki kehidupan dan pekerjaan berbeda. Hingga satu waktu, mereka "dipaksa" untuk pulang dan bertemu satu sama lain di kampung halaman oleh kejadian meninggalnya sang ayah. Momen berduka tersebut akhirnya menjadi momen berharga bagi mereka berdua untuk lebih mengetahui serta memahami background orang tua sebelum mereka menjadi dewasa dan memiliki kehidupan sendiri. Plot ceritanya, memang berlika-liku. Konflik yang dilempar awalnya terasa bercabang di sana-sini. Baik karakter Seok Bong maupun Joo Bong masing-masing memiliki konflik sendiri. Belum lagi konflik budaya di kampung halaman dan konflik latar belakang keluarga mereka sendiri.

Jumanji dan dunia permainannya

Dulu, dulu sekali tahun 1995 pernah ada film Jumanji dengan Robin William sebagai aktor utamanya. Kala itu Movielitas hanya melihat trailer dan review di televisi, tidak menonton di bioskop. Kali ini di remake dengan versi modern dan bintang milenial.  Movielitas penasaran dengan film ini karena unsur Dwayne Johnson nya. Pasangan Dwayne ada Kevin Hart dan Jack Black. Dari sisi konflik, film ini memang diarahkan ke hiburan bersama anak atau keluarga. Tidak berat juga tidak "dewasa". Tepatnya seperti dunia fantasi. Karena kisahnya sendiri seputar dunia permainan Jumanji yang dilihat dari bentuknya seperti Nitendo jaman klasik dulu. Dari tampilan spesial efek, tentunya sangat luar biasa dengan garapan Hollywood. Tidak perlu diragukan. Hanya soal akting yang menurut Movielitas agak kurang menarik. Dwayne Johnson meskipun pernah bermain di film Disney, terasa kurang komedi membawakan karakter Bravestone karena plot nya yang mengharuskan Dwayne berperan sebagai pemeran lain (Spence