Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Review

Welcome to Harlow

Selang kurang lebih tujuh tahun lalu dari sekarang adalah Movielitas menikmati sajian sejarah Texas Chainsaw Massacre. Seorang pembunuh sadis yang dikenal dengan julukan Leatherface dengan trademark topeng wajah dari kulit manuasia dan sejata gergaji mesinnya. Sudah banyak remake yang dibuat untuk Texas Chainsaw Massacre ini, terakhir Movielitas menonton versi tahun 2006 . Dan tahun ini lagi-lagi di- remake lagi dengan menyesuaikan kondisi terkini antara lain sudah ada penggunaan ponsel, internet, dan media sosial di dalam alur ceritanya. Jadi, seolah-oleh sang Letaherface ini "terus hidup" dari masa ke masa.  Versi 2022, tetap sama. Plot dan alur ceritanya tidak mengalami perubahan. Gaya thriller-nya hampir seragam dengan gaya thriller Hollywood pada umumnya. Dari awal film bergulir, tugas penonton hanya menebak siapa yang akan menjadi lakon utamanya akan mendapat porsi sorot kamera lebih banyak. Lalu, selanjutnya tinggal menunggu detik-detik dentuman kemunculan sang Leat

Pelajaran tentang aliran dana untuk belajar mengajar

Uang. Ingin punya uang, masih tetap jadi salah satu akar permasalahan dalam hidup manusia selain nafsu perut dan bawahnya. Juga based on true story, masih jadi favorit Movielitas dalam menonton film yang kadang salah tapi kadang banyak benarnya cerita film based on true story itu bisa menarik minat tonton. Kali ini berkesempatan menonton film garapan sutradara Cory Finley yang mengangkat kisah nyata seputar dunia pendidikan di Amerika Serikat. Tanpa membaca sinopsis nya terlebih dahulu, alur cerita di film pada bagian awal terasa sangat membosankan. Entah arah ceritanya akan dibawa kemana. Apalagi ketika dimunculkan konflik seputar "orientasi seksual", Movielitas mulai sedikit kurang tertarik melanjutkan acara menonton film. Movielitas berpikir bahwa mungkin arah film ini akan bercerita seputar kehidupan dan konflik seksual yang dihadapi oleh pejabat teras di salah satu sekolah tinggi di Amerika sana. Tapi ternyata Movielitas tertipu. Ternyata konflik utama film ini jauh lebi

Necrofungus psilocybelis

Kali ini sebuah sajian negara Jerman. Berkisah tentang seorang anak muda yang besar dengan trauma masa kecil menyaksikan dan terlibat dalam kematian kakaknya. Alur cerita dalam sajian horor kali ini menurut Movielitas terasa kaku. Plot cerita juga kurang menarik. Horor yang disajikan hanya bermain di area spesial efek dan mengandalkan adegan kejut (jumpscare) yang bertebaran di banyak sesi. Movielitas semakin tidak bisa menikmati jalan cerita saat harus menonton adegan horor yang dilanjutkan dengan adegan bercinta tiga orang alias threesome. Bukan tidak suka dengan adegan panas-nya, melainkan tidak cocok saja antara adegan threesome dengan adegan horor sebelumnya. Overall, sebuah sajian horor yang kurang menarik, kaku, dan tidak jelas konflik ceritanya. The Privilege (2022) – 4/10

Kisah kelam saudara tiri Bruce Wayne

Kesan pertama seusai menonton film ini, keren. Memang patut diacungi dua jempol . Movielitas mengetahui kualitas film ini sebelumnya dari berbagai review dan cuplikan sepotong-potong adegan yang dijadikan berbagai macam propaganda di aneka media sosial.Dan, baru kali ini mendapat kesempatan menonton dan menilai sendiri kualitas film garapan Todd Phillips. Film ini kalau dinilai berdasarkan plot cerita, versi Movielitas, sebenarnya biasa saja. Meskipun kita mengenal siapa Joker sebelumnya, tapi film ini bukan seperti layaknya film superhero umumnya yang penuh dinamis aksi laga dan pernak-perniknya. Justru disini lebih dominan drama. Yang membuat film ini menarik, setidaknya film ini mampu membuka dimensi baru terhadap latar belakang sosok musuh Batman ini. Sebelumnya Movielitas hanya tahu sosok Joker, sebagai musuh Batman. Itu saja. Dan, disini baru ada semacam pencerahan mengapa Joker menjadi musuh Batman. Apakah latar belakang Joker memang benar adanya seperti yang diceritakan disini?

Train To Busan

Film dari Korea. Seingat Movielitas, film The Host adalah salah satu film Korea yang berkesan dalam ingatan karena faktor permainan spesial efek yang tidak kalah dengan Hollywood. Sementara yang bisa Movielitas ingat dalah film The Host... Film ini juga kembali memantapkan Korea tidak hanya jago dalam mendramatisasi film genre apapun, disini kembali dipertunjukkan permainan spesial efek yangtidak kalah canggih nya dengan The Host. Meski levelnya, versi Movielitas, sedikit di bawah The Host. Sedikittt saja... Mengikuti jalan cerita film ini, mudah saja. Plot nya sederhana sekali. Alur cerita juga mainstream banyak dipakai. Satu demi satu tokoh utama dimunculkan, ditempatkan dalam satu wadah, kereta. Lalu konflik utama dimainkan. Tidak ribet. Tetapi tetap saja, Korea pasti menelusupkan unsur tangis menangis dramatisir mendalam di jalan ceritanya. Bagaiman pun juga harus mengharu biru...  Overall, lumayan bagi pecinta film Korea. Bagi Movielitas yang menonjol adalah penampilan Don Lee. Se

Sebuah kebanggaan di atas ketidakadilan

”Jika seseorang terpanggil untuk menjadi penyapu jalan, hendaklah ia menyapu jalan sama seperti Michaelangelo melukis, Beethoven bermain musik, atau Shakespeare menulis puisi.  Ia harus menyapu jalan dengan begitu baik sehingga semua penghuni surga dan bumi akan berhenti sejenak untuk berkata, ’Di sini tinggal penyapu jalan hebat yang melakukan pekerjaannya dengan baik.’” Ini adalah kata-kata Marthin Luther King Jr.,  pejuang hak sipil dan antidiskriminasi di Amerika Serikat dan penerima Nobel untuk perdamaian pada 1964.   Saat menonton film ini yang ada di kepala Movielitas adalah ingatan seputar kalimat di atas. Entah dimana pastinya Movielitas pernah membaca kalimat di atas. Movielitas lupa tapi itu kurang lebih menggambarakn sedikit dengan apa yang ada di film ini. Dan terjadi lagi... Terhanyut oleh sajian berkualitas tinggi dari aktor dan sutradara gaek, Clint Eastwood. Terutama seperti di film ini, based on true event, benar-benar mengena. Luar biasa. Film ini berkisah tentang ki

Melepas prahara masa lalu di tengah pandemi

Mungkin kalau tidak keliru, ini adalah film pertama yang Movielitas tonton dan berlatar belakang pandemi Covid-19. Bukan sebagai konflik utama ataupun tema besar dalam film, pandemi Covid hanya digunakan sebagai background saja. Dan film nya keren. Sangat bagus. Berkisah tentang seorang ibu,Pin-Wen, yang hidup mewah bersama seorang anaknya, WangJing. Pin Wen merupakan janda yang ditinggal suaminya untuk menikah dengan wanita lain. Namun, dikarenakan situasi pandemi serta kondisi psikologis Pin Wen sendiri sejak ditinggal suami serta kondisi finansial, menimbulkan prahara antara ibu dan anak. Alur ceritanya unik. Di awal seperti ada masalah yang semi-horor dan fokusnya lebih ke sang anak, Wang Jin, yang tampil cantik imut manis menggemaskan berponi kuda. Tapi di tengah alur, situasi cerita berubah drastis. Minimalis. Itu yang Movielitas favoritkan dari film ini. Tidak banyak tokoh yang dipasang. Meski minimalis bisa menarik rasa penasaran dan ikut hanyut dalam drama ibu-anak. Akting Aly

Hal-hal kecil yang berakibat tidak kecil

Alasan utama memilih untuk menonton film ini sudah pasti adalah Denzel Washington. Movielitas adalah penggemar karya film yang dibintangi Denzel. Kalau dulu banyak karya yang memorable dari Denzel, seperti Man On Fire , American Gangster , Inside Man , atau John Q . Kali ini Denzel bermain sebagai seorang polisi senior, Joe Deacon, dengan background hitam di karirnya. Muncullah sebuah kasus pembunuhan yang masih belum terpecahkan dan memaksa Deacon kembali beraksi. Film Denzel kali ini bagi Movielitas termasuk kategori "berat abu-abu". Berat karena sepertinya tidak cukup sekali memahami konflik misteri pembunuhan disini. Tak semudah memahami konflik dalam film Man Of Fire. Terutama bagian awal pelacakan tokoh Albert Sparma. Di bagian itu Movielitas sudah loss story, tiba-tiba muncul tersangka. Kalau di bagian awalnya sudah bagus untuk Movielitas. Kemampuan Deacon melihat hal-hal kecil membuat karakter Deacon ini seperti memiliki keahlian pemecah kasus kriminal yang menarik un

Enam menit yang mengacaukan hidup seorang Vada Cavell

Sajian drama yang bepusat pada karakter tokoh Vada Cavell. Vada Cavell adalah gadis belia 16 tahun biasa yang sedang mencari jati diri. Vada Cavell "berkenalan" lebih dekat secara tidak menyenangkan dengan dua orang teman sekolahnya, Mia Reed dan Quinton , di sebuah tragedi berdarah yang terjadi di dalam sekolah pada saat jam pelajaran berlangsung. Mereka bertiga terjebak di kamar mandi untuk menghindari konflik berdarah. Alur cerita film ini sebenarnya biasa saja. Tentang traumatis yang dialami Vada Cavell. Yang paling menonjol bagi Movielitas pastinya adalah akting aktris Jenna Ortega sebagai Vada yang menjadi pusat cerita. Luar biasa. Pas. Fisiknya, outfitnya, dan aktingnya bisa menggambarkan suasana yang dialami karakter Vada dan betapa bahayanya sisi traumatis bila tidak dikendalikan atau seseorang tidak punya kapasitas mengendalikan emosi traumatis. Menurut Movielitas, film ini cukup bagus. Bukan dari segi isi ceritanya atau konfliknya, melainkan dari permainan transisi

Wonderland

Untuk kesekian kalinya kerjasama antara Peter Berg dan Mark Wahlberg. Kali ini mengangkat kisah seorang mantan polisi, Spenser, yang masih terseret di pusaran kasus lamanya. Spenser sendiri sempat harus dipenjara karena memukuli atasannya sendiri. Setelah menyelesaikan masa hukumannya, mau tidak mau Spenser kembali ke kasus lama yang masih berhubungan dengan lembaga kepolisian tempat dimana Spenser bekerja. Tapi, jika dibandingkan dengan karya Lone Survivor ataupun Deepwater Horizon, menurut Movielitas kali ini kualitasnya masih jauh di bawah judul-judul tersebut. Alur cerita di film ini boleh dibilang tidak terlalu sederhana. Banyak tokoh yang terlibat di dalam satu konflik. Mau tidak mau harus sedikit extra perhatian di alur cerita. Konflik yang diangkat dibalut dengan misteri demi misteri pertanyaan seputar pembunuhan polisi. Menarik sebenarnya tapi tergantung selera penonton. Bagi Movielitas, kurang berkesan. Hanya soal komedi, memang beda. Komedi yang ada disini tidak disebar di b

Tembak dua kali

Sepuluh tahu sudah berselang. Empat sekawan yang terhubung dengan cara dan chemistry unik, Tallahassee-Columbus-Wichita-Little Rock, kembali dimunculkan di tengah kepungan zombie yang menyerang Amerika. Film Zombieland, termasuk salah satu film zombie yang cukup unik. Keseriusan menghindari zombie dibumbui dengan komedi. Dan disini, masih tetap sama gayanya hanya ditambah lebih banyak tokoh baru. Alur ceritanya, ringan-ringan saja. Konfliknya bukan fokus ke zombie, tapi lebih ke konflik hubungan percinta-cintaan. Zombie-zombie disini cuma bumbu penyedap saja.  Menurut Movielitas, film ini lumayan sebagai hiburan ringan saja. Tidak ada yang istimewa kecuali penampilan Emma Stone yang masih bidadari dan Abigail yang terlihat paling beranjak dewasa. Sedangkan Woody atau Jesse, terlihat tidak banyak berubah. Soal spesial efek, tidak perlu dibahas. Overall, dari segi alur cerita dan konflik, biasa saja. Movielitas lebih menyukai film perdana-nya, Zombieland 2009. Zombieland : Double Tap (20

Mencari gelang kecil berujung perang besar

Film yang keren dan bagus disini. Recommended untuk dinikmati. Gabungan plot yang tidak berat, komedi, dan aksi laga yang mumpuni. Berani berbeda. Film ini digarap oleh sutradara Ilya Naishuller yang pernah menyutradari film Hardcore Henry . Unik. Plot ceritanya berhasil membujuk penonton. Sesuai judulnya, di bagian awal memang akan diperkenalkan tokoh utama, Hutch Mansell seorang ayah sekaligus pekerja kantoran biasa yang sering berkutik dengan program Excel input data. Setiap hari rutinitas Hutch rumah-kantor-rumah-kantor dan seterusnya. Kegiatannya, bekerja, menikmati kopi, olahraga, makan, tidur, dan seterusnya. Persis dengan kehidupan Movielitas. Semua gambaran tentang Hutch Mansell sebagai ordinary man tiba-tiba berubah di tengah film hanya gara-gara sang anak mencari gelang kucing. Baru lah terkuak siapa sebenarnya Hutch Mansell ini. Plot di atas benar-benar membujuk Movielitas sebagai penonton. Twist karakter Hutch sangat enak dinikmati kelanjutannya. Tema ke-bukan siapa-siapa

Dibalik obat Ridocaine

Sajian kali ini berkisah tentang seorang ibu yang hidup dengan anak perempuannya. Sang anak menderita sebuah penyakit kelumpuhan dan harus hidup di atas kursi roda. Konflik terjadi karena pola pendidikan sang ibu yang terlalu "sayang" kepada sang anak hingga membatasi sang anak dari dunia luar. Hingga sang anak mulai beranjak dewasa dan mulai kritis terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Alur plot ceritanya lumayan. Seperti judulnya hanya terdiri 3 huruf, Movielitas menyukai gaya minimalis cerita, konflik dan pemainnya. Tidak perlu melebar kemana-mana. Gaya thriller-nya soft saja, tidak yang penuh emosional. Dari segi akting, chemistry antar duo aktris sebagai ibu-anak, Sarah Paulson-Kiera Allen, cukup bagus. Mungkin, versi Movielitas, film ini mengangkat realita yang kadang memang ada, dimana gaya didikan orang tua ada yang terlalu protektif dengan alasan kasih sayang. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain, juga bisa "melumpuhkan" sang anak itu sendiri. Overall, ba

Misteri untuk penulis buku misteri

Sebuah sajian film yang cukup mengecewakan sekali. Mengangkat tema yang sedang menjadi realita saat ini. Berkisah tentang seorang penulis buku yang mendapati adiknya dibunuh saat melakukan live hot streaming . Selanjutnya, sang penulis buku mencari tahu siapa pembunuh adiknya. Konfliknya sederhana. Cuma alur cerita dan gaya ceritanya sangat kaku. Mirip produk sinetron lokal. Dari akting pemainnya konflik misteri pembunuhan berantai jadi terasa biasa saja, sama sekali tidak menegangkan. Mau digiring ke arah erotis juga tidak jadi, ke arah drama romantis tidak cocok, ke arah crime story juga garing. Trik memunculkan banyak tokoh dengan ciri-ciri serupa pembunuh untuk memancing emosi penonton kurang berhasil. Tidak ada emosi apa-apa. Overall, tidak menarik. Brazen (2022) - 3/10

Makna maut bagi Maud

Dari aksen logat dialognya harusnya bisa ditebak asal muasal film ini. Dari daratan Inggris. Kalau dari trailernya seperti ada hawa horor, harusnya. Judulnya apalagi, mendekati kata " maut ".  Dan memang film ini berkisah tentang karakter tokoh Maud atau Katie sebagai suster pengurus wanita dewasa yang mengalami penyakit berat. Karakter Maud/Katie disini tampilan awalnya cukup agamis. Sangat taat pada agama nya. Akan tetapi, setelah di permalukan oleh pasiennya sendiri, Katie menjadi kecewa dan kembali sebagai Katie seperti dulu. Bagi Movielitas, konflik film ini kurang mengena. Dibikin horor kurang terasa horornya sama sekali. Gebrakan horor nya hanya terasa pada satu adegan saja. Selebihnya hanya bermain pada konflik batin dari karakter Katie/Maud sendiri. Selain itu, bagi Movielitas ada plot hole disini.  Setidaknya Movielitas tidak bisa memahami konflik apa yang sebenarnya dialami oleh karakter Maud ini. Dari awal sudah digambarkan karakter Maud yang taat beragama, kemudi

Bumi akan ditabrak dalam waktu enam bulan ke depan

Kali ini menikmati sajian film bergenre satire. Menertawakan sesuatu yang harusnya serius secara cerdas (atau juga sedang melemparkan kritikan atau sindiran secara halus?), kurang lebih demikian Movielitas mengartikan film garapan sutradara Adam McKay ini.  Film ini merupakan gaya terbalik dari film klasik Armageddon . Kalau di Armageddon bercerita serius tentang upaya mencegah bumi ditabrak komet, disini digambarkan dengan suasana "kacau" terbalik. Mulai dari tingkah pola ke-presiden-an yang harusnya digambarkan penuh wibawa tapi ternyata tidak, hingga penamaan karakter yang unik-unik. Berkisah tentang seorang mahasiswi calon PhD, Kate Dibiasky, secara tak sengaja menemukan sebuah komet sedang berada di orbit angkasa dan sedang mengarah ke bumi. Bersama dosennya, Dr. Randall Mindy, berupaya keras memperingatkan Amerika terhadap bencana yang mengancam. Sayangnya, kepentingan politik dan uang menjadi penghalang sekaligus penghambat bagi keselamatan manusia. Pesan moral film in

Tanggung jawab sang Pretty Bull

Film yang berkisah tentang seorang petarung MMA memutuskan pensiun. Harus terpaksa kembali ke atas ring dikarenakan kondisi kehidupan, kehadiran sang anak dan himpitan ekonomi. Alur ceritanya standard saja. Akting para pemainnya di beberapa titik terasa kaku. Konflik ceritanya biasa saja. Tidak terlalu istimewa. Yang paling menarik perhatian bagi Movielitas adalah di belakang layar film ini. Ada nama Halle Berry, aktris cantik anggun eksotis. Di film ini Halle Berry berdiri sebagai sutradara sekaligus bintang utama. Dan, mengubah penampilan demi peran, Movielitas menilai Halle Berry yang berperan sebagai petarung MMA, cukup bagus. Di antara semua pemain, Halle Berry pastinya yang menonjol baik penampilan fisik maupun akting. Overall, Movielitas menilai film drama olahraga ini kurang maksimal sebagai keseluruhan. Baik alur cerita dan konflik yang disajikanbelum istimewa sekali. Hanya saja untuk karya Halle Berry sebagai pemain-sutradara sekaligus, cukup bagus. Satu lagi, sisipan adegan

Lubang yang menyimpan kebenaran

Ekspektasi awalnya adalah bisa jadi bakal sekelas 4bia . Berusaha cari artikel terkaitnya, katanya sempat membuat heboh dunia netizen, masih katanya. Entah netizen mana. Tapi dari awal film sudah terasa "kaku". Terutama akting para pemainnya. Masuk ke dalam cerita, konfliknya lumayan menarik awalnya. Seputar lubang-melubang. Hanya orang "terpilih" yang bisa melihat "lubang" dan dalamnya "lubang". Semakin masuk ke dalam cerita, mulai terasa membosankan. Horor nya ternyata standard saja. Gabungan adegan kaget jumpscare plus audio menggemparkan dan riasan seram. Film ini di bagian akhir berusaha memberikan twist , yang menurut versi Movielitas tidak begitu mengenai sasaran. Kurang greget. Tidak memberi efek apa-apa yang berkesan. Overall, alur cerita film ini mudah dicerna. Hanya saja akting pemainnya kurang natural, style horor yang dipakai standard. Twist kurang maksimal. Di tengah film, Movielitas membayangkan bakal ada twist yang lumayan, mis

Antara kehilangan anak bertemu dengan kehilangan kepercayaan

Sebuah sajian cerita yang datang dari negara Jerman. Berkisah tentang 5 orang pria yang melakukan kegiatan alam menyusuri perhutanan rimba. Entah darimana asal muasal penyebabnya, kehadiran lima orang pria ini diusik oleh penembak gelap yang tanpa alasan jelas memburu dan menembak lima pria ini. Dari plot konflik dasar itu, film ini berjalan pelan pelan menarik. Tapi, begitu semakin ke dalam dan cerita semakin melebar, film ini menjadi kurang menarik lagi. Konflik terpecah di tengah film dimana harusnya menjadi cerita survival dibumbui dengan konflik kehilangan kepercayaan dan kehilangan anak.  Dari awal film ini jelas memancing ingatan Movielitas ke film yang berjudul sama, Prey . Hanya bedanya di film itu, berkisah tentang survival dari serangan hewan buas. Di sisi lain pernah ada film yang bergaya hampir mirip dengan disini yaitu The Ritual yang berkisah tentang sekawan pria yang melakukan kegiatan penyusuran hutan rimba kemudian diserang oleh pihak tak dikenal. Hanya saja berbeda

#AkuHarusBertahan

Sajian kali ini datang dari negara Korea. Kalau dilihat dengan posternya, tentu sudah tidak terlalu berpikir banyak menerka isi film ini. Sudah punya bayangan film in ber-genre apa. Berkisah tentang seorang pemuda yang terbangun dari mimpi semalam dan menemukan dirinya tersendiri di kamar apartemen. Setelah berselang beberapa lama kemudian, pemuda ini menyadari bahwa ada sesuatu yang terjadi di luar kamar apartemen-nya yang memaksa siapapun juga yang kebetulan ada di dalam rumah harus melindungi diri dari serangan virus mematikan. #StayAtHome Plot dasar film ini tidak berat. Tidak memerlukan pemikiran dalam merenungi rangkaian cerita demi cerita. Sangat sederhana. Konsep alur cerita sekaligus tampilannya juga berkonsep minimalis. Tempat setting cerita hanya berada di apartemen itu saja. Fokus dan nyawa film ini ada di permainan akting aktor Yoo Ah In.  Yang menarik perhatian Movielitas dari film garapan sutradara Cho Il Young ini adalah lokasi apartemennya. Mungkin memang di Korea sana