Skip to main content

Posts

Don't have a good day, have a great day!!

Kesan pertama, unik. Dan seperti biasa, Movielitas yang selalu menikmati film secara "terlambat", baru menikmati film garapan sutradara Shawn Levy ini setelah melihat aneka ragam review di media sosial. Dari gambar posternya, unik dan warna-warni. Bintang utama, Ryan Reynolds yang sukses dengan Deadpool yang kocak abis. Berkisah tentang dunia hiburan yang sedang marak saat ini yaitu gaming. Baik itu mobile atau PC dan sebutan keren saat ini adalah para gamers. Dikisahkan salah satu game yang sedang booming adalah Free City. Bagi Movielitas, mungkin saja Free City itu diambil dari perpaduan Sim City dan Free Fire. Para player game Free City ini bisa memiliki karakter andalan mereka dengan berbagai aneka skin pilihan. Apa itu skin? MOvielitas paham namun susah menjelaskan secara detailnya. Bagi para gamers pasti akan paham apa itu skin. Salah satu player di dalam Free City adalah Guy yang merupakan karakter NPC alias Non Player Character atau karakter dalam game yang tidak dima

Memanggil yang telah pergi

Tidak ada alasan lain kecuali penasaran. Terlalu banyak seliweran review atau tulisan singkat mengenai film garapan sutradara Ari Aster ini. Movielitas sangat penasaran dengan kualitas horor disini. Berkisah tentang satu keluarga kecil Graham yang terdiri dari ayah,ibu, dan dua anak putra-putri yang masih berumur sekolah.Cerita dibuka dengan cerita duka yang dialami oleh keluarga Steve Graham.Ellen, ibu dari Annie Graham istri Steve Graham, dikisahkan meninggal dunia. Tak lama berselang, keluarga Graham ditimpa musibah berikutnya yaitu kecelakaan mobil yang menewaskan putri bungsu mereka, Charlie. Konflik selanjutnya yang menurut Movielitas merupakan konflik utama. Dan sekilas spontan Movielitas teringat pada konflik di dalam film Pet Sematary (1983) . Kurang lebih bila bisa dibilang demikian. Kesan yang Movielitas dapatkan, belum ada yang spesial. Paling menonjol adalah kualitas akting dari para pemeran. Khususnya pada Toni Collette sebagai Annie, Alex Wolff sebagai Peter, dan Milly S

Menjaga martabat bangsa melalui seni bela diri

Akhirnya, komplit. Dibilang komplit selama memang benar sesuai judul " finale ". Entah kalau satu saat ada produser atau sutradara iseng yang punya ide menerbitkan karya " aftermath finale ". Kali ini adalah seri keempat dari petualangan Ip Man. Di seri kali ini, dikisahkan Ip Man memberanikan diri ke Amerika atas undangan sang murid, Bruce Lee. Sekaligus juga membawa misi mencari sekolah di Amerika untuk sang putra semata wayangnya. Sesampainya di Amerika, Ip Man menemui jalan terjal untuk menyekolahkan anaknya di Amerika dikarenakan persyaratan administrasi yang sulit bisa dipenuhi. Kesan yang Movielitas dapat selama menikmati cerita Ip Man, cukup beragam. Dari awal permulaan, pada kesan lokasi, terasa kurang relaistis untuk menggambarkan masa era tahun 1960-70an. Jujur, terlalu rapi ala studio. Meskipun secara pewarnaan memang sudah dibuat maksimal untuk menggambarkan jaman dulu. Dari sisi plot cerita, kesan yang didapat selama mengikuti alur cerita Ip Man disini

Cerita satu malam menjadi supir sang pembunuh bayaran

Kali ini berkesempatan menikmati sajian lawas, produksi tahun 2004 silam. karya sutradara Michael Mann. Diisi dengan berbagai tampilan bintang besar antara lain Tom Cruise, Jamie Foxx,Jada Pinkett,Mark Ruffalo, dan spesial guest yang tampil cuma beberapa detik saja Jason Statham. Berkisah tentang perjalanan satu malam oleh seorang supir taxi yang harus menerima penumpang seorang pembunuh bayaran dengan target lima orang. Tema singkat tersebut kemudian dibuat dalam cerita drama yang sangat apik. Permainan alur cerita kisah satu malam dipadu dengan perang akting Tom Cruise dan Jamie Foxx. Bagi Movielitas kualitas film ini luar biasa. Menarik diikuti dari awal hingga akhir. Gaya akting dingin ala Tom Cruise cukup bagus sebagai pembunuh bayaran yang serba taktis, terlatih, dan rapi. Konflik sederhana mencari lima target dalam satu malam disajikan dengan dialog yang dalam dan berkesinambungan dengan alur cerita, sedikit aksi laga yang menarik, sinematografi yang berkualitas, dan perputaran

Menggambar cerita horor dari apartemen Gwang Lim

Sebuah sajian dari Korea kali ini kembali bertema horor. Berkisah tentang seorang kartunis yang mencoba menggali cerita dari sebuah gedung apartemen Gwang-Lim. Kisah horor apartemen tersebut dipecah menjadi beberapa bagian seperti layaknya bab dalam buku. Ada kisah dari penulis buku, penjual barang, apoteker, dan siswa. Secara garis besar, horor yang disajikan dalam film ini masih tergolong sangat standard saja. Tidak ada yang istimewa. Dari alur cerita pun, tidak seperti umumnya kisah cerita film Korea yang kadang penuh dramatisasi. Senjata horor yang digunakan sangat umum yaitu gebrakan adegan jumpscare. Overall, bagi Movielitas, tidak ada yang istimewa. Serba biasa saja. Mencari data film ini agak susah, bahkan judul aslinya pun banyak versi. The Night Shift? The Grostoque Mansion? Ghost Mansion? Mungkin bagi pecinta horor Korea, bisa cocok dinikmati atau bagi yang mengenal salah satu pemeran dan merupakan penggemar berat-nya bisa juga sebagai bahan koleksi tontonan. Ghost Mansion (

Uji nyali karena tergiur sponsor live streaming

Dulu, ulasan serta kesan film ini pernah mondar-mandir di timeline dan cukup membuat Movielitas penasaran sejauh mana nuansa horor yang dibawa oleh film garapan sutradara Jung Bum Shik ini. Dan baru kali ini setelah sekian tahun sejak kemunculan nya Movielitas baru bisa menonton. Film ini menggunakan gaya cerita seperti Grave Encounter atau The Blair Witch Project . Film ini memakai pendekatan era milenial yaitu mengadakan live streaming selama menelusuri bangunan bekas rumah sakit jiwa Gonjiam di Korea sana. Dan utnuk keberadaan Rumah Sakit Gonjiam ini sepertinya memang benar (pernah) ada di dunia nyata, tapi untuk saat ini apakah masih ada atau sudah tidak, Movielitas kurang tahu. Bagi Movielitas, film ini juga mengadopsi gaya "akibat mengundang horor" alias horor yang dibuat karena ulah sendiri. Secara konflik, nuansa horor yang dibangun dari awal cukup mengena. Meski senjata utama yang dipakai juga sudah sangat umum yaitu mengandalkan kegelapan dan aneka jumpscare. Untu

Menghidupkan kembali kisah Simba penguasa rimba

25 tahun berlalu begitu cepat. Karya yang dulu dengan teknologi canggih saat itu kini dicoba untuk di daur ulang. Di ceritakan kembali dengan teknologi saat ini. Sebuah kisah yang pada jamannya menjadi hits box office meskipun jika dipandang pada saat kini, karya kisah tersebut masih dua dimensi atau lazim disebut kartun. Jon Favreau, adalah orang yang kemudian dipercaya untuk mendaur ulang kisah raja rimba, Simba. Tidak bisa dipungkiri, Jon Favreau adalah orang dibalik kesuksesan daur ulang karya Jungle Book , yang menurut Movielitas juga sangat luar biasa epic. Keren. Di kisah Simba ini, lewat tangan Jon Favreau lagi-lagi menjadi sutradara berdarah dingin yang mampu "menghidupkan" kisah Simba. Dari segi cerita, menurut Movielitas hampir sama dengan karya di tahun 1994 . Tapi yang benar-benar harus diapresiasi disini adalah detail teknologi-nya yang luar biasa "hidup".Movielitas harus akui, kagum. Luar biasa memang teknologi serta kisah yang dimiliki Disney ini. Fi