Skip to main content

Posts

They wouldn't play with us...

Sebuah sajian horor duet negara Perancis-Rumania. Horor yang dipakai merupakan horor dari sebuah teror. Konsepnya minimalis, tak banyak karakter yang dimunculkan dan konflik yang dipakai juga minimalis. Film ini bisa penulis samakan dengan gaya horor teror ala The Stranger milik Hollywood. Tidak perlu mencari tahu siapa penyebab konflik dan motifnya. Antara The Stranger dan film ini pun juga sama-sama mengusung tag based on true events. Hanya disini lebih miris karena faktor usia. Keseluruhan, andalan horornya adalah momen kejutan dan minimalis cahaya. Lumayan. Secara khusus, penulis suka adegan opening horor-nya. Them (2006) - 6/10

The one who sighs

Mencoba citarasa horor buatan Spanyol. Bagi penulis, film ini lebih ke drama misteri saja ketimbang horor. Misterinya ada pada karakter Santi, salah seorang anak yatim piatu yang diceritakan mati dengan kepala berdarah. Drama misteri kematian Santi, dilengkapi dengan drama konflik antar penghuni panti asuhan sendiri. Disini rasa horornya memang ada namun hanya sebatas penampakan, tak seperti rasa horor umumnya yang tak hanya penampakan tapi juga "meminta korban" atau menakut-nakuti dengan porsi dominan. Keseluruhan, drama kejahatan biasa. The Devil's Backbone (2001) - 6/10

Mantan teman sang istri yang juga mantan pacar suami

Film ini merupakan garapan Pang Brothers yang fenomenal dengan film The Eye . Konflik dalam film itu bagi penulis cukup cerdas dan menarik. Kali ini, penulis mendapatkan film garapan Pang Brothers yang lainnya. Horor psikologis, namun sayangnya bagi penulis tidak semantab dengan The Eye. Kesannya memang dibuat horor tapi sepertinya sudah umum. Plot horornya adalah menggiring opini tebakan ke arah yang diharapkan bisa mengejutkan penonton (menciptakan sebuah twist manis). Tapi, gagal. Plot berjalan dengan kisah yang membingungkan setidaknya bagi penulis. Meski penampilan Chalene Choi cukup dominan dan berakting bagus namun ketegangan yang berusaha disajikan masih terasa biasa saja. Kurang powerfull. Diary (2006) - 6/10

Pentingnya ilmu bahasa Inggris

Sebuah sajian drama komedi cinta dari Korea. Sayangnya, unsur komedi Korea kali ini kurang begitu pas dengan selera penulis. Bahkan, kadang terlalu berlebihan dalam melucukan sebuah moment. Begitu juga dengan dramanya yang terasa biasa saja. Seperti ada "hole" dengan chemistry antara karakter pria tampan, Moon-Su, dengan gadis Young-Ju yang dipoles dengan gaya lugu berkaca mata besar dan berponi rata. Keseluruhan, biasa saja. Tidak terlalu menarik. Please Teach Me English (2003) - 6/10

Preman sekolah terjerat cinta

Sebuah hiburan drama romantis dari Korea yang mengisahkan tentang "preman" sekolahan sedang jatuh cinta. Kalau dari sisi dramanya, khas Korea. Lumayan. Tidak dangkal. Kisah cinta Joong Pil, sang "preman" sekolah ini, tidak lurus begitu saja, tapi juga diberi "batu sandungan" agar terasa lebih romantis. Pada akhirnya, Joong Pil harus memilih antara menjadi murid sekolah "umum"-nya yang jatuh cinta di masa muda atau tetap dikenal menjadi jagoan yang tidak lemah oleh perasaan cinta. Ada campuran rasa komedinya juga, yaitu ketika seorang murid berjiwa jagoan dan kerap mem bully ini harus belajar gitar klasik demi mengejar sang pujaan hati. Entah mengapa, film rilis 2002 ini di-setting ke era 80an. Keseluruhan, antara sisi komedi, drama, dan romantisnya cukup menarik. Lumayan menghibur dengan aksi konyol Ryoo Seung-bum yang bermain serius dan bagus di film crime Perfect Number . No Manners / Conduct Zero (2002) - 6/10

Raksasa di balik serbuan kabut

Kalau bagi penulis, film ini (mungkin) akan lebih terasa horor bila fokus pada asap saja. Jadi, sekumpulan orang itu di dalam supermarket, terjebak oleh asap yang mampu "menelan" siapapun yang bergerak. Penulis kira, dengan horor bertema "asap pembunuh" sudah cukup. Akan tetapi karena ini berdasarkan novel, tentu takkan bisa berbelok cerita. Disini, horor asap kemudian ditambahi dengan horor serangan binatang raksasa. Ada konflik antar mereka yang terjebak dalam supermarket. Terasa biasa saja. Penampilan paling menonjol adalah karakter Mrs. Carmody. Penulis masih meraba-raba apa kira-kira maksud simbol dari karakter Carmody ini. Horor serbuan binatang raksasa, bagi penulis juga biasa. Mungkin ini hanya masalah selera, kurang begitu antusias menghadapi kisah horor yang hanya mengandalkan makhluk menyeramkan. Ending. Bagian terakhir yang juga sedikit "mengecewakan". Terlalu di dramatisir. The Mist (2007) - 6/10

Gemulai Wing Chun melawan kekar tinju Barat

Jika penulis memilih, maka penulis lebih suka gaya dan alur cerita Ip Man yang versi perdana . Secara gaya, penampilan Donnie Yen tidak terlalu banyak perbedaan. Hanya, soal bobot cerita, rasanya di seri ini terlalu "dipaksakan" menampilkan kehebatan sosok Yip Man. Seperti menjawab tuntutan suksesnya seri pertama Ip Man. Jadi, seolah rasanya bobot cerita dibesar-besarkan. Tapi, bisa dikatakan sebenarnya, di seri kedua ini, alur dan posisi karakter tokoh yang ditampilkan, hampir mirip dengan seri perdana. Tidak ada yang baru. Biasa saja. Posisi Yip Man masih dipegang Donnie Yen. Masih "cantik" dengan Wing Chun. Satu hal yang tidak bisa atau mungkin belum bisa tergantikan adalah adegan fenomenal Yip Man melawan 10 orang Jepang sekaligus! Adegan itu, sangat mantab buat penulis. Tapi, disini tidak ada adegan tarung yang memorable. Banyak adegan tarungnya, tapi tidak se-natural seperti Ip Man pertama. Selebihnya, hampir sama dengan seri pertama, pos