Skip to main content

Nafas yang tertimbun beton

Sebelumnya ada film yang bertemakan sama dengan film garapan sutradara Oliver Stone ini yaitu 9/11 garapan duo bersaudara, Jules dan Gedeon Naudet.

Secara singkat, jika dilihat dari sisi dramatis tentunya garapan Oliver Stone jauh lebih baik. Tapi jika dilihat dari kualitas, justru film garapan sutradara yang notabene tidak "sebesar" Oliver Stone di dunia Hollywood, malah berkualitas dan lebih emosional.

Film 9/11 keseluruhan terjadi karena kebetulan. Tujuan dari sutradara Jules dan Gedeon semata hanya ingin mendokumentasikan perjalanan seorang Tony, sang pemadam kebakaran baru (proby) di kota New York.

Dan, dokumentasi tersebut berisi hal-hal ringan yang dialami oleh seorang pemadam kebakaran sehari-hari sambil menunggu satu kebakaran pertama yang akan dialami oleh Tony. Dan, "kebakaran" pertama bagi Tony sebagai pemadam kebakaran kota New York adalah tragedi 11 September.

Unsricpted. Sepertinya ini merupakan keunggulan film 9/11 dibandingkan disini. Tidak ada naskah atau akting sama sekali di 9/11. Murni dokumenter apa adanya. Mulai dari adegan pesawat menabrak gedung. Ikut berada di kekacauan lobby, tak sempat berlari hingga terkubur dalam reruntuhan, suasana jalan yang dipenuhi orang-orang dengan wajah ketakutan dan kacau. Semua terekam dengan baik dan apa adanya tanpa bantuan efek ataupun akting. Lebih terasa sisi emosional-nya.

Seperti salah satu quote di film 9/11 bahwa kata orang, selalu ada saksi untuk sebuah sejarah. Di karya Oliver Stone ini juga mengambil sudut pandang korban sekaligus saksi dari tragedi serangan 11 September yaitu John McLoughlin dan Will Jimeno.

Bertolak belakang dengan 9/11 yang tersusun secara kebetulan dan tanpa naskah, disini memasang aktor Nicolas Cage dan Michael Pena sebagai poros cerita. Serba tersusun rapi oleh naskah dan akting. Justru sisi "akting" yang sepertinya terlihat melemahkan sisi emosional tragedi itu.

Suasana cemas dan kaget yang dirasakan kota New York tidak terlihat di film ini. Bahkan terlihat lengang. Santai. Cerah. Ketika momen kejadian tabrakan pesawat dan gedung, film ini hanya mengandalkan efek "hujan" kertas dengan lebar lokasi sangat terbatas (mirip berada studio film).

Film mulai menarik saat adegan terjebak di reruntuhan. Hanya ada tambahan film berganti fokus cerita dengan memperlihatkan sudut pandang kepanikan keluarga korban.

Keseluruhan, kurang menarik. Jika dibandingkan dengan karya Oliver Stone yang juga based on true events seperti J.F.K tentu saja film kali ini masih kalah kualitas.

World Trade Center (2006) - 6/10

Popular posts from this blog

Dibalik obat Ridocaine

Sajian kali ini berkisah tentang seorang ibu yang hidup dengan anak perempuannya. Sang anak menderita sebuah penyakit kelumpuhan dan harus hidup di atas kursi roda. Konflik terjadi karena pola pendidikan sang ibu yang terlalu "sayang" kepada sang anak hingga membatasi sang anak dari dunia luar. Hingga sang anak mulai beranjak dewasa dan mulai kritis terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Alur plot ceritanya lumayan. Seperti judulnya hanya terdiri 3 huruf, Movielitas menyukai gaya minimalis cerita, konflik dan pemainnya. Tidak perlu melebar kemana-mana. Gaya thriller-nya soft saja, tidak yang penuh emosional. Dari segi akting, chemistry antar duo aktris sebagai ibu-anak, Sarah Paulson-Kiera Allen, cukup bagus. Mungkin, versi Movielitas, film ini mengangkat realita yang kadang memang ada, dimana gaya didikan orang tua ada yang terlalu protektif dengan alasan kasih sayang. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain, juga bisa "melumpuhkan" sang anak itu sendiri. Overall, ba

Tiger Wong versi layar lebar

Begitu Nicolas Tse menyebut nama karakternya ... Tiger Wong, baru semuanya jelas. Ternyata film ini merupakan adaptasi dari komik lawas yang fenomenal (setidaknya bagi jaman penulis Sekolah Dasar dulu) yang berjudul Tiger Wong. Alur ceritanya sendiri, kurang begitu menancap baik. Karena sibuk mencocokkan karakter yang ada di film dengan memori penulis tentang komik Tiger Wong. Dan, ternyata memang berbeda. Yang penulis kenal dari komik Tiger Wong, adalah petualangan duo Tiger Wong dan Gold Dragon. Disini ada karakter Dragon Wong (kakak dari Tiger Wong) yang di komik karakternya "terlewatkan" dan diceritakan telah meninggal. Lebih pas bila karakter Tiger Wong dibawakan Donnie, pendapat penulis. Karakter Tiger Wong disini minus jurus Sembilan Matahari. Gold Dragon. Disini justru bernama Turbo. Sama, menggunakan Nunchaku. Sama, andalan jurus Baju Besi Emas dengan simbol Lonceng Besi. Minus karakter Guy si Tapak Budha. Disini ada karakter 4 sahabat, namun

Asmara di dalam kelas yang terlarang

Drama dari Swedia. Temanya tentang hubungan asmara antara guru dan muridnya. Tema kontroversial seperti ini biasanya memiliki sisi membuat penasaran. Bagi penulis, hanya sebagian saja yang menarik. Terutama saat berfokus pada manisnya asmara guru dan murid. Masih malu-malu. Kemudian berkembang menjadi intim. Alur cerita menjadi tak menentu ketika plot asmara antara karakter guru, Viola, dan muridnya, Stig, perlahan mulai menghilang panasnya. Irama film tidak lagi berfokus pada dua karakter utama, melainkan mulai memasukkan porsi karakter lain yang kurang berpengaruh banyak. Karakter Stig bahkan bersahabat dengan suami gurunya. Stig juga secara tiba-tiba punya kekasih yang sebaya. Keseluruhan, menarik pada plot kisah asmara guru dan murid. Plot pengembangannya, kurang begitu menarik. All Things Fair (1995) - 6/10  

Cerita semalam dengan film Baise Moi

!!! 18++ !!! !! Very high impact violence and sexual content throughout. Lalu, its depictions of sexual violence [that] may cause controversy . Itu kata wikipedia. Percayalah. !! Lagipula dari sudut plot cerita, kurang begitu paham arti dan arahnya. Vulgar, pasti. Tapi banyak momen-momen yang disajikan dengan kaku kecuali bagian vulgarnya. Baise Moi (2000) - 5/10  

Cerita tentang film The Last Mohicans

Sajian klasik seeputar kisah pada jaman pra-modern. Mungkin karena faktor perbedaan jaman, film ini terasa kaku pada gaya battle -nya. Yang bisa Movielitas tangkap inti ceritanya adalah konflik antara Inggris Raya melawan Perancis yang terjadi di tanah Amerika. Konflik kerajaan tersebut disusupi oleh kepentingan balas dendam oleh suku Huron. Penampilan suku Huron ini mengingatkan penulis pada penampilan suku pedalaman di Apocalypto. Entah sama atau tidak, Movielitas juga kurang begitu memahami. Judul The Last Mohicans sendiri merujuk pada tiga orang suku Mohawk yang ikut terlibat di pertempuran antara Inggris dan Perancis, yang sejatinya lebih dikarenakan oleh kisah cinta pria-wanita lintas ras. Dari segi konflik, cukup bagus. Tidak datar dengan satu konflik saja. Hanya soal gaya battle yang sedikit kelihatan kaku. Ada satu yang memorable dari film ini yaitu theme song -nya yang easy listening dan megah. The Last Mohicans (1992) - 6/10

Jiwa yang terperangkap dalam tulang dahi

Yang menarik di film ini adalah mengangkat legenda yang dipercaya memang ada di Thailand . Lainnya, ada beberapa nama asing yang berdiri di belakang layar. Meskipun memakai tenaga orang barat, tidak terlalu mengubah gaya horor Thailand. Sekilas alur cerita serta gaya akting disini mirip dengan karya lokal-an saja. Horor yang digunakan juga masih mengandalkan situasi sepi sendiri, sekelbat bayangan, make up menyeramkan hingga gaya Matrix dengan scene freezing di udara kemudian kamera bergerak. Alur cerita seputar tulang tengkorak sedikit dibuat berpanjang-panjang dan berputar. Akting para pendukung disini juga terasa kaku dan biasa. Ghost Of Mae Nak (2005) - 6/10

Salah memilih nominasi dalam audisi

Horor psikologi yang mengandalkan sisi horor karakter sendu Asami yang ternyata menyimpan "monster" dalam dirinya. Alur ceritanya sempat dijungkir balik timeline -nya membuat sedikit ektra perhatian. Karena tema horor lebih ke psikologi akhirnya horor yang nampak seperti berbaur ke cerita psikopat biasa. Untuk kesekian kalinya, selera penulis ternyata jauh dengan selera pusat penilaian film. Di salah satu media rating film, film ini di rating nilai cukup tinggi. Padahal penulis hanya bisa fokus di separuh perjalanan durasi film, sisanya kurang bisa menarik minat lagi karena daya pikat cerita maupun sisi horornya kurang begitu kuat. Audition (1999) - 6/10

Tiga gaya cerita tentang Adolf Hitler

Ada tiga film yang sudah penulis simak sejauh ini tentang Adolf Hitler. Dan, semuanya berkelas. Yang menarik bagi penulis selain cerita juga "bagaimana" menghentikan kekuasaan Hitler dan karakter Hitler yang ditampilkan. Pertama, ada Tom Cruise dengan Valkyrie -nya arahan Bryan Singer. Gaya filmnya mengambil cerita dari sisi bawahan Hitler yang membangkang. Disini Hitler diceritakan "dihabisi" di sebuah ruang rapat besama bawahannya. Sosok Hitler diperankan oleh David Bamber tidak terlalu mendapatkan porsi besar dalam film ini. Kedua, tepuk tangan untuk gaya Brad Pitt dengan Inglorious Basterds -nya yang cukup sadis menghabisi Nazi. Kelebihannya bukan sekedar cerita namun juga tampilannya yang fiksional. Di karya Tarantino ini sosok Hitler dihabisi di sebuah gedung bioskop dan Hitler yang diperankan oleh Martin Wuttke tidak terlalu mendapat porsi besar. Justru yang mendapatkan porsi besar adalah bawahan Hitler, Hanz Landa. Ketiga, adalah Downfall .

Pierre dan cinta segitanya

Kata narasumber yang enath bisa dipercaya atau tidak, ukuran film yang termasuk kategori “kurang” menarik bagi selera orang yang berbeda-beda adalah bisa menjadi obat tidur. Movielitas sendiri mempercayai fakta tersebut. Sering Movielitas memutar ulang film favorit, bahkan sampai tidak ditonton pun biasanya tidak bakal tertidur di tengah-tengah putaran film. Kali ini ada suguhan dari negara Perancis. Sejauh yang bisa Movielitas pahami adalah berkisah tentang seorang lelaki beruntung bernama Pierre. Beruntung karena, muda tampan, kaya raya, tinggal di rumah model istana megah, dan memiliki kekasih cantik. Diceritakan bahwa Pierre ini akan melangsungkan pernikahan dengan kekasih nya. Namun, sebelum acara pernikahan berlangsung, Pierre malah dipertemukan dengan seorang wanita misterius, yang ternyata mengaku sebagai saudara kandung. Namanya cerita, fantasi seseorang bisa saja menjadi tinggi bahkan akan sulit dipahami pada titik tertentu. Sama juga di film ini. Sepanjang durasi awal, M

Pembahasan tentang seks dalam keluarga

Wooww... Warning dulu. Karena film ini sarat dengan hal-hal yang berbau "dewasa", pastinya tidak cocok dikonsumsi bagi jiwa-jiwa labil yang gemar meniru. Warning berikutnya, siapkan tisue... Dari judulnya mungkin sudah bisa ditebak isi buah film ini. Pertama dari negara Perancis, dan kedua berkisah seputar seksual. Menarik. Setidaknya film ini membahas seputar seksualitas di sebuah keluarga yang tidak tabu membahasnya. Dan, bagi keluarga ini, seks merupakan kebutuhan manusia selayaknya makan. Siapapun memerlukan makan, dan seharusnya menjual makanan bagi kebutuhan orang lain pun tidak ada salahnya. Sebaliknya, siapapun (harusnya) membutuhkan atau setidaknya memiliki naluri seksual. Bagi Movielitas dari segi cerita, drama film ini mungkin memiliki pesan moral seputar pentingnya edukasi seks dalam sebuah keluarga. Bukan untuk hal negatif, justru untuk bekal bagi yang muda agar tidak sembarangan mengumbar nafsu secara tak bertanggung jawab. Sedangkan