Skip to main content

Aroma kisah klasik yang terlalu manis untuk dilupakan


Sedia tisue?

Satu lagi film melodramatis romantis favorit dari Korea. Ramuan kisah klasiknya benar-benar manis legit "menampar" kanan-kiri.

Yang membuat menarik dari film romantis ini adalah melempar sebuah cerita bercabang dan akhirnya bermuara dengan indah. Bercabang karena film berjalan dalam dua kisah, yaitu kisah klasik dan masa kini.

Grafik cerita dimulai dengan rasa komedi romantis. Komedi kecil ditabur halus lalu diaduk dengan kisah cinta malu-malu. Yang kemudian dipanaskan dengan tawa tangis haru merasakan cinta yang kandas di derai hujan.

Adalah Joo Hee seorang putri pejabat yang jatuh hati pada seorang pemuda biasa, Joo Ha. Cinta mereka sangat manis. Yang membuat manis adalah pengorbanan Joo Ha yang rela melepas harapan cintanya dan berkorban jiwa raga mata sekaligus hati remuk redam demi kebahagiaan sahabatnya dan Joo Hee.

Tidak habis disitu, cerita lainnya adalah ketika takdir Joo Ha akhirnya "menimpa" anak Joo He yaitu Ji Hye.

Meski berjalan beriringan dan bergantian, namun menikmati film ini tidaklah membingungkan apalagi membosankan. Justru, sisi romantisnya berhasil tertangkap dengan baik.

Ada beberapa segmen yang terasa manis, sekaligus miris.

Penulis suka sekali dengan segmen pertunjukan piano Beethoven Sonata yang dibawakan oleh karakter putri pejabat Joo Hee. Yang menarik bukan pertunjukan pianonya melainkan seusai pertunjukan tersebut. Mengharukan. Tisue...

Lalu, segmen latihan menari folk. Disini ada kisah lucu dan gembira.

Disambung dengan segmen kereta api yang membawa prajurit Korea. (Bahkan dalam keadaan menangis mengiba pun, wajah Joo He masih terlihat cantik......)

Dari kisah modern yang dialami oleh Joo Hye yang jatuh hati diam-diam kepada Sang Min, ada juga moment yang menyentuh dan berharap mungkin akan ikut mengalami meski tanpa slow motion dan lagu pengiring yang indah.

Adalah momen suddenly rainy day dimana mereka berdua berlarian bersama dalam suasana hujan....uuuuhhhh. Tak lama berselang, diulangi lagi tapi kali ini Joo Hye sendirian berlarian dalam hujan hanya demi mengantar sebuah payung....

Disambung dengan adegan kopi darat di sebuah restoran. Di adegan ini kembali terulang pemeran Joo He yaitu Son Ye Jin, harus berakting menangis. Dan, sekali lagi masih cantik .... Takjub.

Sebuah foto pernikahan hitam putih "memberi" satu tamparan menyayat hati....

Kreatif. Tak perlu banyak adegan, hanya sebuah foto sudah memberi gambaran sejuta kisah yang menyedihkan.

Terakhir, sekali lagi, adegan yang benar-benar memberi tamparan "sadis sekaligus manis" adalah ketika mengisahkan sebuah janji temu di tepi sungai tempat awal kisah cinta antara Joo He dan Joo Ha "dikayuh". Joo Ha "datang menemui" kekasih hatinya sejak sekolah dengan sebuah permintaan terakhirnya...

Sepanjang durasi film berjalan, ada satu efek menyayat hati yang ditampilkan dengan apik. Yaitu soundtrack. Enak didengar meski nada demi nadanya terasa sedih sendu sayu. If We Were In Love, then.... Lagu ini benar-benar sukses menyayat mengiris romantis. Sangat pas penempatannya pada beberapa adegan emosional.

Ada lagu lain yang juga pas ditempatkan, yaitu momen payung dengan lagu Me To You, You To Me. Dan, Canon in D major tak ketinggalan dihadirkan untuk menambah daya romantisme-nya.

Keseluruhan, film ini sangat bagus, indah, manis, sekaligus miris. Adonan antara cerita komedi-melow-romantis, akting berkualitas, aktris yang cantik dan segar, dan lagu pengiring yang easy listening disuguhkan dengan porsi masing-masing dengan pas. Tidak berlebihan, natural, tidak ada aroma glamour-isasi seperti lokal punya, tidak dipaksakan romantis ataupun memaksa dramatis.

Nice. Two Thumbs Up Up and Up.

The Classic (2003) - 8/10

Popular posts from this blog

Dibalik obat Ridocaine

Sajian kali ini berkisah tentang seorang ibu yang hidup dengan anak perempuannya. Sang anak menderita sebuah penyakit kelumpuhan dan harus hidup di atas kursi roda. Konflik terjadi karena pola pendidikan sang ibu yang terlalu "sayang" kepada sang anak hingga membatasi sang anak dari dunia luar. Hingga sang anak mulai beranjak dewasa dan mulai kritis terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Alur plot ceritanya lumayan. Seperti judulnya hanya terdiri 3 huruf, Movielitas menyukai gaya minimalis cerita, konflik dan pemainnya. Tidak perlu melebar kemana-mana. Gaya thriller-nya soft saja, tidak yang penuh emosional. Dari segi akting, chemistry antar duo aktris sebagai ibu-anak, Sarah Paulson-Kiera Allen, cukup bagus. Mungkin, versi Movielitas, film ini mengangkat realita yang kadang memang ada, dimana gaya didikan orang tua ada yang terlalu protektif dengan alasan kasih sayang. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain, juga bisa "melumpuhkan" sang anak itu sendiri. Overall, ba

Tiger Wong versi layar lebar

Begitu Nicolas Tse menyebut nama karakternya ... Tiger Wong, baru semuanya jelas. Ternyata film ini merupakan adaptasi dari komik lawas yang fenomenal (setidaknya bagi jaman penulis Sekolah Dasar dulu) yang berjudul Tiger Wong. Alur ceritanya sendiri, kurang begitu menancap baik. Karena sibuk mencocokkan karakter yang ada di film dengan memori penulis tentang komik Tiger Wong. Dan, ternyata memang berbeda. Yang penulis kenal dari komik Tiger Wong, adalah petualangan duo Tiger Wong dan Gold Dragon. Disini ada karakter Dragon Wong (kakak dari Tiger Wong) yang di komik karakternya "terlewatkan" dan diceritakan telah meninggal. Lebih pas bila karakter Tiger Wong dibawakan Donnie, pendapat penulis. Karakter Tiger Wong disini minus jurus Sembilan Matahari. Gold Dragon. Disini justru bernama Turbo. Sama, menggunakan Nunchaku. Sama, andalan jurus Baju Besi Emas dengan simbol Lonceng Besi. Minus karakter Guy si Tapak Budha. Disini ada karakter 4 sahabat, namun

USS Tiger Shark yang terkutuk

Film ini termasuk salah satu film yang cukup berkesan meskipun rating internasional-nya biasa saja. Penulis suka dengan gaya horornya. Ada beberapa adegan horor yang menurut penulis bagus dan pas dengan situasi cerita di kapal selam. Namun, untuk bagian latar belakang masalah-nya kurang begitu mengerti. Sejauh yang bisa penulis tangkap persoalan di dalam kapal selam tersebut bermuara dari adu argumen soal sasaran lawan perang yang berujung pada kudeta lokal. Keseluruhan, film drama misteri yang menarik dari sisi misteri horor-nya. Below (2002) - 6/10

Dewa Judi

Salah satu film klasik Hongkong yang paling berkesan. Bagaimana tidak berkesan, karena film ini pertama kali penulis tonton saat masih Sekolah Dasar. Dan, langsung terpikat sekaligus tak lupa meniru gaya cool Dewa Judi. Salah duanya, bermain kartu ala poker meski tak tahu aturan resminya, pokoknya 2 kartu tertutup lalu dibuka pelan pelan pelan sekali. Tak lupa gaya makan coklatnya, yang alhasil langsung batuk-batuk akibat kebanyakan coklat. Rambut? Sayang tak bisa menirunya. Apa saja yang berkesan dari film lawas ini? Segudang momen berkesan dari sini. Mulai Chow Yun Fat, pasti. Karena karakter Chun Dewa Judi ini melekat pada diri Chow Yun Fat, bahkan saat Chow bermain untuk Hollywood bersama Mark Wahlberg, masih sempat menyelipkan karakter Dewa Judi. Cool, calm, confident , selalu tersenyum, menghabiskan banyak minyak rambut. Andy Lau. Ya, film ini juga dibintangi Andy Lau yang bermain dengan gaya kocak. Dan memang konflik film ini lebih mengarah ke komedi aksi.

Menguak rahasia setelah terkubur

Tidak hanya bercerita soal tragedi seorang remaja belasan, Alice Palmer, yang tewas tenggelam di dam saat berpiknik tapi lebih dari itu. Alice Palmer diyakini "kembali" ke rumahnya untuk memberi tahu tabir misteri siapa sebenarnya Alice Palmer kepada keluarganya sendiri. Pertama kali, begitu masuk ke ranah cerita film ini bagi penulis cukup menarik. Alasannya, tanpa melakukan research . Random pick , film ini memang terlihat seperti film dokumenter. Ada footage yang terlihat asli. Ada sesi interview. Ada adegan penggambaran suasana pencarian oleh kepolisian. Ada sesi footage interview televisi. Kemudian, setelah mencari infonya, ternyata film ini adalah horor mockumentary . Penulis sendiri kurang memahami betul apa yang dimaksud mockumentary. Yang pasti bukan documentary. Lalu, info lainnya adalah Talia Zucker as Alice Palmer. Jadi, setelah melakukan pencarian info, film ini sepertinya bukan film asli dokumentasi. Menariknya adalah sedikit sulit bagi penulis m

Gairah hidup Lucia

Mungkin memang dasarnya sedang false on mood dan diperparah dengan keberadaan subtitle serta bahasa yang dipakai, penulis kurang bisa menikmati drama eksotis ini. Yang bisa penulis resapi adalah film ini berkisah tentang seorang wanita cantik yang jatuh hati kepada seorang penulis. Sejak itu, cerita menjadi rangkaian pecahan demi pecahan yang tersebar dan harus dipungut kemudian dipasangkan. Sulit. Penulis mulai "ketinggalan" laju cerita, antara kisah cinta Lucia dan Lorenzo, kemudian berlanjut ke drama Lucia yang ditinggal pergi. Flashback ke masa-masa erotis Lucia bersama Lorenzo, semakin sulit diikuti terlebih lagi memasuki babak drama depresi Lorenzo yang membangun kisah roman dalam tulisannya. Kalau dari sisi erotisnya, cukup membakar gairah dan bukan untuk kalangan bocah. Namun kalau dari sisi dramanya meski direspon positif oleh banyak pihak, bagi penulis masih kurang bisa dinikmati secara ringan. Perlu ekstra mengikuti serta meresapi. Tinggal pilih

Sejarah India di Liga Baseball Amerika

Pertama kali melihat pembukaan ala Disney, sempat bertanya-tanya mengapa ada embel-embel Disney di film ini, dengan intro backsong India ... Semakin ke dalam, hingga film berakhir, penulis baru menyadari, memang ini ciri khas Disney yaitu selalu berbagi inspirasi. Dan, memang nyata film ini menginspirasi. Dan, memang nyata film ini berdasarkan kisah nyata. Mungkin memang sejarah Disney, yang konon menjadi "raksasa" di dunia hiburan anak, berangkat dari " ke-tidak mungkin-an ", besar dari keajaiban bila kita percaya pada keajaiban. Film Disney kali ini menceritakan tentang Dinesh dan Rinku yang menjadi atlet India pertama di Liga Baseball Profesional di Amerika. Mereka direkrut melalui kontes Million Dollar Arm yang unik dari ide seorang Mr. JB sir. Dan, film ini bukan berbicara pada bentuk kontes unik tersebut melainkan tentang siapa Dinesh dan Rinku sebelum menjadi pemain baseball internasional. Disinilah titik inspirasi yang dibagikan oleh D

Gairah membara Cecile

!! 18++ !! Kesan pertama seusai menyimak film ini, wowww... !! Panas. Bukan untuk kalangan 25 tahun kebawah, kecuali boleh untuk remaja yang sudah menikah. Vulgarnya tergolong keras. Bukan hardcore namun tergolong berani . Sang aktris yang bermain panas disini adalah Deborah Revy yang porsi "panas gila"nya cukup besar. Plot ceritanya sendiri biasa. Tentang kehidupan seorang wanita yang berpetualang seks dari beberapa lelaki, entah apa tujuannya yang pasti wanita ini sangat menikmati setiap petualangan gilanya. Di tempat lain, dikisahkan tentang hubungan panas nan malu-malu ala Alice dan Matt. Yang menarik disini bukan film tentang dunia prostitusi melainkan tentang gairah murni yang timbul karena alami bukan karena materi seperti di dunia nyata. Keseluruhan, lumayan buat obat penambah gairah, untuk kalangan yang telah menikah mungkin bisa dijadikan referensi penambah kreativitas dalam keintiman. Deborah Revy, you're so hot !! Mengapa Q? Penulis ber

La Mujer De Mi Hermano

Kali ini sebuah sajian dari Meksiko. Berkisah tentang konflik rahasia percintaan rumit dalam keluarga sendiri. Adalah Zoe yang menikah dengan Ignacio. Namun, apa daya Zoe merasa kurang bahagia lahir dan batin. Apalagi diperparah dengan kondisi yang tak kunjung memiliki momongan. Akhirnya, Zoe pun berpetualang mencari kenikmatan dan sasarannya adalah adik iparnya sendiri, Gonzalo adik Ignacio. Plot ceritanya tidak rumit seperti temanya. Masih mudah untuk diikuti karena tak terlalu banyak karakter yang dimunculkan. Konflik nya lumayan dalam. Tidak dangkal. Namun, olahan ceritanya kurang tensi menarik. Terasa biasa saja. Adegan dewasa memang menjadi hiasan film ini. Apalagi aktris yang ditampilkan sangat "panas". Seksi abis. Tapi kategori ke-panas-an adegan dewasanya masih dalam kategori setengah. Tidak terlalu banyak juga tak terlalu berani vulgar. Masih biasa saja. Yang menarik perhatian penulis, disamping aktris Barbara Mori yang bagai dewi, juga loka

Stronghold Crusader

Durasinya mantab. Panjang sekali. Hanya saja tipe film ini bukan tipe "renyah" buat penulis. Terlalu alot dan berat. Apalagi dengan durasi dan konflik yang tak simple. Terlalu berat untuk mengunyah serta mencerna isi cerita. Hanya satu yang bisa penulis tangkap. Film ini sepertinya "tak asing" karena penulis pernah memainkan game PC serta menjadi game favorit penulis yaitu Stronghold Crusader . Durasi game tersebut juga dapat dikatakan panjang sekali. Dan, game tersebut memiliki misi sederhana yaitu memenangkan pertempuran demi pertempuran untuk meraih kekuasaan. Yang membuat penulis teringat pada game PC dari film ini adalah King The Lion Heart, Saladin, kostum, lambang, kata dialog " my lord ", senjata serta pertempurannya. Mirip dengan yang ada di game -nya. Perbedaannya adalah konflik yang di game sepertinya jauh lebih simple dan membuat strategi membangun kerajaan besar jauh lebih menarik sekaligus membuat ketagihan dan penasaran keti